- Oleh MC PROV JAWA TIMUR
- Selasa, 26 November 2024 | 20:13 WIB
: Dr. Nur Chanifah, M.Pd.I., pada babak final cabang lomba Makalah Ilmiah Al-Qur'an Putri dalam ajang Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Korpri Nasional VII, Jumat (8/11/2024). Foto: MC Jatim
Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Jumat, 8 November 2024 | 19:12 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 130
Surabaya, InfoPublik – Aula Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan Tengah menjadi saksi presentasi luar biasa dari Dr. Nur Chanifah, M.Pd.I., pada babak final cabang lomba Makalah Ilmiah Al-Qur'an Putri dalam ajang Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Korpri Nasional VII, Jumat (8/11/2024).
Dosen Universitas Brawijaya ini berhasil memukau dewan juri dan para hadirin dengan pembahasan mendalam dan kritis tentang "Ironi Jilbabisasi di Sekolah Negeri: Meneguhkan Nilai Kebangsaan Inklusif dari Represi Struktural."
Dr. Nur Chanifah tampil penuh keyakinan, menyampaikan gagasan-gagasan penting dalam presentasi berdurasi sekitar 10 menit. Di hadapan para juri, ia mengangkat isu jilbabisasi yang menurutnya bertentangan dengan konsep kebhinekaan dan inklusivitas. Dalam makalahnya, ia menggarisbawahi bahwa kebhinekaan merupakan keniscayaan dan kehendak Tuhan yang sudah sepatutnya dihormati.
“Kebhinekaan adalah kehendak Tuhan. Keberagaman suku, ras, dan agama bukanlah sesuatu yang bisa dihindari atau bahkan dihilangkan. Justru, Tuhan menciptakan manusia dengan keberbedaan yang melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, segala bentuk pemaksaan, seperti jilbabisasi terhadap peserta didik non-Muslim di sekolah negeri, menyalahi prinsip tersebut,”katanya.
Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa penegakan nilai kebangsaan inklusif menjadi mustahil apabila kebijakan pendidikan justru memberlakukan aturan berpakaian yang memaksakan atribut agama tertentu kepada semua siswa.
Menurutnya, pemaksaan hegemoni doktrin agama dalam institusi pendidikan negeri bertentangan dengan fungsi sekolah sebagai ruang inklusif yang harus merangkul semua keberagaman. "Bagaimana mungkin sebuah sekolah yang memiliki fungsi untuk menegakkan nilai-nilai kebangsaan bisa bersikap inklusif, sementara kebijakannya memaksakan atribut agama tertentu kepada siswa dari agama lain?
Pada bagian inti presentasinya, Dr. Nur Chanifah memperkenalkan model pendidikan yang diberi nama "Moderat Camp", yang dirancang sebagai solusi konkret dalam menginternalisasikan nilai-nilai inklusivitas Al-Qur'an kepada para guru dan pemangku kepentingan di sekolah negeri. Model ini menawarkan metode pelatihan khusus dengan program karantina yang dirancang untuk mencapai tingkat efektivitas hingga 90 persen. Melalui karantina tersebut, peserta pelatihan diperkenalkan pada pendekatan moderasi dalam beragama serta pentingnya menghormati kebebasan individu dalam berpenampilan.
“Moderat Camp bukan sekadar pelatihan biasa. Ini adalah model sekolah inklusif yang dirancang untuk menginternalisasikan nilai-nilai Al-Qur'an yang bersifat inklusif, bukan represif. Tujuan utamanya adalah agar tidak ada lagi ekstremisme dalam lembaga pendidikan dengan kedok agama. Para guru dan pemangku kebijakan perlu menyadari bahwa mengajarkan nilai-nilai Al-Qur'an secara inklusif sangat mendesak untuk mencegah kasus-kasus jilbabisasi yang menggurita di banyak daerah,"imbuhnya penuh semangat.
Selain isu jilbabisasi, Dr. Nur Chanifah juga memaparkan pentingnya penguatan nilai kebangsaan di tengah masyarakat yang majemuk. Ia menyoroti fakta kebhinekaan Indonesia, yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama, sebagai fondasi bangsa yang seharusnya menjadi sumber kebanggaan, bukan perpecahan.
Menurutnya, inklusivisme dalam Al-Qur’an harus dijadikan landasan oleh para guru di sekolah negeri agar keberagaman tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan bangsa yang harus dirawat dan dihormati.
Di akhir presentasinya, Dr. Nur Chanifah mengundang hadirin untuk merenungkan peran penting dunia pendidikan dalam membangun karakter bangsa yang inklusif dan toleran. Ia menegaskan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi semua siswa, tanpa memandang latar belakang agama atau atribut yang dikenakan. “Saya berharap melalui Moderat Camp, kita bisa menciptakan iklim pendidikan yang jauh dari pemaksaan atribut agama dan nilai-nilai ekstrem yang justru menghambat tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa,” tutupnya penuh harap.
Kehadiran Dr. Nur Chanifah dalam babak final MTQ Korpri Nasional VII ini mendapat respons positif dari para pembina dan peserta lain. Mereka mengapresiasi keberaniannya mengangkat isu yang sensitif namun krusial, serta inovasi yang ditawarkannya melalui Moderat Camp. Kehadirannya tidak hanya membawa kebanggaan bagi Jawa Timur, tetapi juga menginspirasi banyak orang untuk terus mengedepankan nilai-nilai inklusif dalam kehidupan berbangsa dan beragama.
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Korpri Nasional VII tahun ini memang menjadi wadah bagi para peserta dari berbagai instansi untuk menyampaikan pemikiran dan gagasan yang berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan bernegara. Semoga gagasan Dr. Nur Chanifah ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya dalam menciptakan suasana pendidikan yang benar-benar inklusif dan toleran. (MC Jatim/ida-jal/eyv)