- Oleh MC KOTA JAMBI
- Minggu, 3 November 2024 | 13:22 WIB
: Sekda Kabupaten Buol membacakan sambutan dan membuka FGD Pencegahan Pernikahan Anak dan Stunting (Foto: Wayan Irmayani)
Oleh Kabupaten Buol, Senin, 23 Oktober 2023 | 05:10 WIB - Redaktur: Yudi Rahmat - 73
Buol, InfoPublik - Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Buol, Nurkhairi, mengatakan perkawinan anak dan dampak negatifnya, merupakan salah satunya adalah menjadi penyumbang terbesar kasus stunting di daerah.
"Data per Agustus 2023 menunjukkan terdapat 21 perkawinan anak dengan dispensasi umur."kata Nurkhairi pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pencegahan Pernikahan Anak dan Stunting yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan P2KB Kabupaten Buol, di Gedung Kurniawati Leok I, Minggu (22/10/2023).
Selain itu, Nurkhairi menyebutkan, jumlah perkawinan anak yang tidak menggunakan dispensasi umur jauh lebih banyak. Sebagai informasi, dispensasi kawin adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami atau isteri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.
Nurkhairi menggaris bawahi, walau usia 19 tahun diperbolehkan untuk menikah, namun usia ideal pernikahan adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
Oleh karena itu, Kakan Kemenag Buol mengharapkan kerjasama dari pemerintah desa/kelurahan, tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat menekan terjadinya perkawinan anak.
Pejabat Fungsional Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Dinas P2KB Provinsi Sulawesi Tengah Hasjman Syamsul yang juga ketua panitia dalam kegiatan ini menjelaskan, kegiatan ini dilakukan sebagai respons terhadap angka stunting yang tinggi di Kabupaten Buol, di mana pernikahan anak disinyalir memiliki dampak besar terhadap masalah stunting dan kemiskinan.
Sementara itu, Sekda Kabupaten Buol, Moh. Suprizal Jusuf menyampaikan terima kasih atas penyelenggaraan kegiatan ini dan menekankan pentingnya memberikan pendidikan yang baik untuk generasi muda.
Namun, situasi stunting di Kabupaten Buol menjadi salah satu penyumbang terbesar di Sulawesi Tengah. Sekda menekankan bahwa penanganan pernikahan anak dan stunting memerlukan kerja sama dan sinergi antara berbagai unit kerja pemerintah maupun swasta.
Pada FGD ini juga diangkat isu mengenai ranperda pemberlakuan jam malam untuk anak. Selain itu, dipaparkan pula problematika perkawinan anak yang melibatkan berbagai faktor, diantaranya seperti: kehamilan di luar nikah, tuntutan ekonomi, desakan orang tua, tradisi, dan pernikahan yang diselenggarakan karena terpaksa.
FGD diharapkan memunculkan kesepakatan dan solusi konkret dalam menangani kasus pernikahan anak dan stunting di Kabupaten Buol. Semua pihak harus bersinergi dan bersungguh-sungguh dalam upaya menekan pernikahan anak dengan terus mensosialisasikan.
Hasil FGD ini akan menjadi bagian dari Deklarasi Cegah Stunting yang akan diumumkan besok, memantapkan komitmen untuk perubahan positif di Kabupaten Buol. (Mc Kab. Buol)