Pemdes Desa Mata Wae Berkomitmen Kembangkan Desa Agrowisata Berbasis Budaya

:


Oleh MC KAB MANGGARAI, Jumat, 25 Maret 2022 | 13:21 WIB - Redaktur: Tobari - 593


Manggarai, InfoPublik – Dewasa ini trend pariwisata mengalami perubahan yang cukup signifikan, dari yang sebelumnya pariwisata konvensional berubah menjadi pariwisata minat khusus.

Pada pariwisata minat khusus wisatawan cenderung lebih menghargai lingkungan, alam, budaya dan atraksi secara khusus.

Trend pariwisata ini yang mendorong Pemerintah Desa Mata Wae Kecamatan Satar Mese Utara, Manggarai berkomitmen mengembangkan desa wisata agrowisata berbasis budaya.

Demikian disampaikan Kepala Desa Mata Wae, Martinus Don, saat ditemui di persawahan dan kolam ikan miliknya di Dusun Gejar, Jumat (25/3/2022).

“Saya menyadari ada perubahan trend pada sector pariwisata dewasa ini dari konvensional ke minat khusus. Nah kebetulan, Desa Mata Wae berada tepat di pintu masuk dan keluarnya para wisatawan, baik mancanegara maupun domestik yang hendak berkunjung atau berwisata ke rumah adat Niang Todo, maka saya membuat program pengembangan desa agrowisata berbasis budaya,” jelasnya.

Selanjutnya mantan Jurnalis salah satu TV Nasional ini secara gamblang menjelaskan program-program prioritas yang akan dilakukan pada masa kepemimpinannya di Desa Mata Wae.

Sejumlah program prioritas antara lain sector pertanian, tenun ikat, tempa parang, pembangunan gapura dipintu masuk dan keluar desa, penataan sumber mata air Sosor Alo (8 titik sumber mata air pada satu lokasi).

Dijelaskannya, Desa Mata terdiri dari 8 (delapan) anak kampung yakni Gejar, Nte'er, Ru'um, Ruwat, Mata Wae, Pa'ang, Lancang dan Bumbek. Dari 8 anak kampung tersebut, hanya terdapat 2 (dua) Dusun yakni Dusun Gejar dan Dusun Ruwat.

“Kami memiliki 8 anak kampung tetapi Dusunnya hanya dua. Gejar, Nte'er dan Ru'um masuk Dusun Gejar  sedangkan Ruwat, Mata Wae, Pa'ang, Lancang dan Bumbek masuk Dusun Ruwat,” jelasnya.

Delapan anak kampung demikian Kades Martin, memiliki potensi alam yang sangat menjanjikan. Selain tanahnya subur, sumbernya juga air juga melimpah.

Khusus untuk sumber mata air Sosor Alo akan didorong sebagai ikon wisata dengan membangun sejuta tangga.

“Kenapa wae sosor alo akan diperhatikan khusus karena wae sosor alo (8 pancoran) memiliki keunikan. Wae sosor alo akan dijadikan sebagai tempat permandian bagi wisatawan,” paparnya.

Selama ini jelas dia, Wae Sosor Alo yang hanya dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi persawahan juga akan dirubah dengan menambahkan usaha lain seperti budidaya ikan air tawar.

“Kalau di Jawa dikenal dengan istilah Mina Padi. Mina Padi itu suatu bentuk usaha tani gabungan yang memanfaatkan genangan air sawah yang tengah ditanami padi sebagai kolam untuk budidaya, memaksimalkan hasil tanah sawah,” jelas Kades yang pernah menempuh pendidikan Perguruan Tinggi di Semarang-Jateng ini.

Sedangkan terkait pengembangan wisata budaya, Desa Mata Wae jelas Kades Martin adalah salah satu pusat pembuatan Copu Kope (tempa parang) dan salah satu pusat tenun ikat towe songke (Kain Songket).

Hasil Copu Kope dan Towe Songke dari Desa Mata Wae, sudah dikenal sejak jaman dahulu kala, hanya belum diperhatikan untuk dikembangkan sebagai peluang yang menjanjikan untuk menunjang peningkatan perekonomian masyarakat.

Untuk hal tersebut, dirinya akan membangun komunikasi dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) baik Dekranasda Kabupaten Manggarai  maupun Dekranasda Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dengan adanya komunikasi tersebut, diharapkan pihak Dekranasda akan dating berkunjung ke Desa Mata Wae dan menyaksikan langsung aktivitas mayarakat baik Copu Kope maupun pembuatan towe songke.

Kades Martin yakin harapan untuk menjadikan Desa Mata Wae sebagai salah satu tujuan pariwisata budaya yang memanfaatkan perkembangan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya bisa terwujud.

Karena wisata ini dapat memberikan manfaat dalam bidang social budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya (pede dise empo) sebagai jati diri masyarakat Desa Mata Wae.

“Pada saat yang sama saya melihat, di berbagai wilayah di Indonesia pariwisata budaya berkembang dengan cepat. Karena muncul tren baru di kalangan wisatawan yaitu kecenderungan untuk mencari sesuatu yang unik dan autentik dari suatu kebudayaan,” katanya. (MC Kab Manggarai/toeb)