:
Oleh MC Kab Aceh Tengah, Sabtu, 22 Mei 2021 | 12:02 WIB - Redaktur: Kusnadi - 350
Takengon, InfoPublik – Untuk mensosialisasikan hasil penelitian arkeologi yang terkait dengan budaya prasejarah Gayo, Jum’at, 21 Mei 2021, Balai Arkeologi (Balar) Sumatera Utara menggelar Seminar Hasil Penelitian Arkeologi Austronesia di Indonesia Bagian Barat, bertempat di Ballroom Hotel Parkside Gayo Petro, Takengon.
Seminar yang mengulas topik kajian tentang Budaya Austronesia Prasejarah di Wilayah Budaya Gayo itu, menghadirkan nara sumber Kepala Balar Sumatera Utara, Dr. Ketut Wiradyana dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Tengah, Drs. Uswatuddin, M Pd dengan Pemantik Diskusi, Drs. Muhammad Syukri, M Pd. Seminar yang diikuti oleh sejumlah stakeholder terkait ini, dibuka secara resmi oleh Bupati Aceh Tengah, Drs. Shabela Abubakar.
Bupati Shabela Abubakar dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi kepada pihak Balai Arkeologi atas terselenggaranya seminar ini. Menurutnya, seminar ini bernilai sangat penting sebagai upaya berkelanjutan untuk mengungkapkan identitas dan kehidupan suku bangsa Gayo sejak jaman dahulu (prasejarah), serta melihat persepsi masyarakat terhadap hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh pihak Balar Sumatera Utara.
“Penemuan dan penelitian arkeologi yang telah dilakukan oleh Pak Ketut dan timnya ini harus terus kita gaungkan agar masyarakat menyadari begitu besarnya budaya dan peradaban yang telah diwariskan leluhur kita dimasa lalu, sekaligus ada upaya kita hari ini untuk terus melestarikan peradaban budaya dan mewarisinya kepada generasi yang akan datang” kata Shabela, Jum’at (21/5/2021).
Lebih lanjut, Bupati Shabela juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sepenuhnya akan terus mendukung upaya yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Sumut dalam melakukan penelitian didaerah ini, serta berkomitmen untuk melakukan upaya perlindungan serta langkah-langkah dan upaya yang harus dilakukan terhadap hasil penelitian dan penemuan yang sudah didapat.
Untuk itu, Bupati Shabela berharap melalui seminar tersebut dapat terbangun diskursus dan sinergi antar pihak baik pemerintah, pemerhati budaya, guru sejarah dan komponen masyarakat lainnya, agar temuan hasil penelitian arkeologi dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
“Hasil penelitian arkeologi ini merupakan bukti ilmiah yang sangat penting tentang keberadaan tenis Gayo di masa lampau, untuk itu kami berharap agar temuan ini dapat dikembangkan secara berkelanjutan perlu upaya pelestarian dan menjadi tanggung jawab bersama” tambahnya.
Shabela juga menambahkan, agar pelestarian dan pengelolaan temuan arkeologi itu dapat terpelihara dan memberi manfaat bagi masyarkat, lokasi penemuan situs cagar budaya tersebut akan terus dibenahi dan akan dijadikan salah satu objek wisata edukasi prasejarah.
Sementara itu, Kepala Balar Sumut, Dr. Ketut Wiradnyana, M.Si dalam sambutannya mengemukakan bahwa seminar ini diselenggarakan dalam kaitannya dengan tanggungjawab balai arkeologi untuk menyampaikan hasil temuan dan penelitiannya kepada khalayak ramai untuk diketahui, sehingga publik mengetahui secara jelas sejarah kebudayaan masyarakat Gayo yang ternyata telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu.
Menurut Ketut yang sudah bertahun-tahun melakukan penelitian arkeologi di kabupaten Aceh Tengah, seminar ini diarahkan untuk mengajak stakeholder terkait untuk mengupas dan memperkaya sumber informasi mengenai sejarah migrasi manusia prasejarah sekaligus juga untuk mengajak masyarakat untuk kritis mengkaji dan mereposisi keberadaan ilmu arkeologi yang selama ini dianggap sebagai acuan teori, semisal teori migrasi Austronesia.
“Hasil penelitian dan temuan kita dalam galian prasejarah didaerah ini membuahkan teori yang berbeda dengan teori migrasi yang selama ini diyakini para arkeolog, jadi temuan ini secara tidak langsung telah mereposisi keberadaan teori migrasi Austronesia yang selama ini telah ada” ungkap Ketut yang oleh masyarakat Gayo dijuluki Aman Met (Bapaknya Mayat) karena kerjanya membongkar kuburan tua peninggalan sejarah masa lampau etnis Gayo (dalam rangka penelitian arkeologi).
Terkait dengan kegiatan seminar dan hasil penelitian tersebut, Ketut juga mengajak para penulis aktif (sejarawan) terutama dari kalangan guru sejarah untuk dapat melakukan penulisan ilmiah tentang penemuan ini sebagai bahagian sejarah bangsa yang harus diketahui generasi muda, sehingga pada masa yang akan datang, temuan arkeolog ini bukan hanya dikenang sebagai legenda semata yang dituturkan secara forklore atau didaerah ini dikenal dengan “kekeberen” (dongeng).
Kehadiran Drs. Muhammad Syukri, M.Pd, seorang penulis dan pemerhati budaya sebagai pemantik diskusi, membuat seminar ini terasa ‘hidup’ harena diselingi dengan humor-humor ringan dari nara sumber utama, Dr. Ketut Wiradyana yang beberapa tahun yang lalu sudah dinobatkan sebagai warga kehormatan masyarakat Gayo Aceh Tengah. (Fathan Muhammad Taufiq/MC Aceh Tengah)