Minggu, 27 April 2025 15:5:51

Sekolah Rakyat Perlu Fokus dengan Pengawasan Ekstra

: Seorang murid menyiramkan air ke lantai ruang kelas untuk membersihkan debu saat hari pertama masuk sekolah di SD Negeri 83 Lambiri, Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Kamis (10/4/2025). Para murid dan guru di sekolah tersebut melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dan menyiapkan ruang kelas di hari pertama mereka masuk sekolah usai libur lebaran Idul Fitri 1446 H. ANTARA FOTO/Arnas Padda/Spt.


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Selasa, 15 April 2025 | 17:04 WIB - Redaktur: Untung S - 229


Jakarta, Infopublik — Sekolah Rakyat mendapat sorotan dari pengamat pendidikan sekaligus Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo. Ia menilai bahwa sekolah ini merupakan alternatif formal yang diselenggarakan negara, namun membutuhkan perhatian ekstra dalam hal pengelolaan dan efektivitas hasil.

"Ini sekolah alternatif, tapi formal, artinya diselenggarakan negara dan menyasar anak-anak dari keluarga miskin ekstrem yang tidak terlayani sekolah umum," kata Heru, saat dihubungi tim InfoPublik, Selasa (15/4/2025).

Menurutnya, meski program ini bertujuan mulia—membina anak-anak dengan latar belakang sosial dan ekonomi rendah agar menjadi SDM berkualitas—tantangannya sangat besar. Apalagi Sekolah Rakyat ini menggunakan sistem asrama (boarding school) yang menuntut infrastruktur, pengawasan, dan pendanaan besar.

"Biaya mendirikan boarding school itu mahal. Belum lagi kebutuhan nutrisi, pengawasan ketat, dan tenaga pengajar yang sabar dan terlatih," ujarnya.

Heru mengingatkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin ekstrem umumnya membawa problem sosial tersendiri. Banyak dari mereka mengalami minder, kekurangan nutrisi, hingga minim dukungan pendidikan dari keluarga. Tanpa pengawasan dan pendampingan intensif, potensi masalah bisa berkembang di lingkungan asrama.

Ia juga menyoroti risiko jika guru-guru yang direkrut adalah tenaga kontrak muda dengan pengalaman terbatas. "Kalau mereka tidak cukup matang secara emosional, justru bisa berbahaya bagi perkembangan anak-anak itu," tambahnya.

Dari sisi efisiensi anggaran, Heru menyarankan opsi lain: menggunakan dana besar itu untuk mendirikan sekolah baru di daerah yang masih kekurangan satuan pendidikan, seperti SMP atau SMA. Ia menyebut model seperti SD Inpres di masa lalu bisa jadi inspirasi.

"Kalau tujuannya ingin menjangkau anak-anak yang belum sekolah, kenapa tidak buka sekolah baru saja? Dengan begitu bisa menjawab kebutuhan yang lebih luas," tegasnya.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Sosial dan Kementerian Pendidikan. Menurutnya, pengelolaan pendidikan lebih baik ditangani oleh kementerian yang memiliki pengalaman dan data lengkap terkait peserta didik.

"Kalau Kementerian Sosial tetap ingin melanjutkan, mestinya lebih intens berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah," ujarnya.

Di akhir, Heru mengakui bahwa gagasan Sekolah Rakyat adalah langkah berani. Namun, ia berharap kebijakan ini tidak hanya indah di atas kertas, tapi juga efektif di lapangan.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Eko Budiono
  • Jumat, 25 April 2025 | 14:10 WIB
Mensos Ajak Calon Siswa Kunjungi Sekolah Rakyat
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Kamis, 24 April 2025 | 14:32 WIB
Dukung Sekolah Rakyat, Pemkot Tidore Gelar Rapat
  • Oleh MC KAB NAGAN RAYA
  • Rabu, 23 April 2025 | 16:54 WIB
Bupati Nagan Raya Minta Pengukuran Tanah untuk Sekolah Rakyat Harus Akurat