- Oleh Farizzy Adhy Rachman
- Senin, 9 Desember 2024 | 16:37 WIB
: FGD Mitigasi Aspek Kenavigasian Terhadap Potensi Gempa Megathrust. Foto : Kemenhub
Oleh Dian Thenniarti, Kamis, 17 Oktober 2024 | 05:52 WIB - Redaktur: Untung S - 301
Jakarta, InfoPublik – Maraknya isu mengenai potensi gempa Megathrust di wilayah perairan Indonesia, yang bisa berdampak pada terjadinya tsunami, menuntut semua pihak untuk bersikap proaktif dalam melakukan persiapan guna mencegah risiko kerugian sosial maupun korban jiwa.
Dalam rangka merumuskan upaya peningkatan kesiapsiagaan menghadapi gempa megathrust, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Distrik Navigasi Kelas III Tanjung Intan Cilacap menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Mitigasi Aspek Kenavigasian Terhadap Potensi Gempa Megathrust.
Dirjen Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi, menyampaikan bahwa langkah utama untuk mengantisipasi dampak gempa megathrust adalah adanya mitigasi yang terencana dengan baik dan efektif.
“Langkah ini tidak hanya akan melindungi keselamatan pelayaran, tetapi juga menjaga keberlanjutan ekonomi maritim Indonesia, serta memberikan keamanan bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada laut,” ungkap Capt. Antoni pada Rabu (16/10/2024).
“Tanpa langkah mitigasi yang memadai, keselamatan pelayaran di wilayah-wilayah strategis kita akan sangat terganggu. Ekonomi maritim Indonesia, yang menjadi tulang punggung perdagangan dan logistik antar pulau serta internasional, juga akan terkena dampak serius. Banyaknya pelabuhan dan jalur pelayaran kita berada di kawasan yang rentan terhadap bencana ini,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kenavigasian, Capt. Budi Mantoro, saat membuka FGD menegaskan bahwa letak geografis Indonesia yang berada pada lempeng tektonik dunia dapat memicu terjadinya gempa megathrust.
Menurutnya, situasi ini bukanlah hal yang menguntungkan, mengingat potensi gempa megathrust dapat berdampak pada tsunami yang sangat membahayakan berbagai aspek kehidupan, termasuk keamanan dan keselamatan pelayaran.
"Tentunya kita semua tidak berharap dan tidak ingin peristiwa kelam yang pernah terjadi beberapa tahun silam di Indonesia akibat bencana gempa terulang kembali," kata Capt. Budi.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi dampak dari potensi gempa megathrust, diperlukan upaya mitigasi dan kesiapsiagaan dari semua pihak. Kegiatan FGD ini merupakan salah satu bentuk partisipasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Tanjung Intan dalam merespons potensi gempa tersebut.
Sementara itu, Kepala Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Tanjung Intan - Cilacap, Dian Nurdiana, mengatakan bahwa pihaknya memiliki peran strategis dalam mendukung aspek keselamatan pelayaran di wilayah perairan selatan Indonesia. Wilayah kerjanya mencakup Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), yang terdiri dari menara suar, rambu suar, dan pelampung suar, yang merupakan panduan vital bagi kapal-kapal yang melintasi jalur-jalur strategis.
“Pada 2023, kami telah memantau sekitar 1.500 kapal passing dan 1.800 kapal visit melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) di Cilacap, Pacitan, serta fasilitas milik Pertamina Trans Kontinental. Selain itu, Distrik Navigasi Tanjung Intan juga bertanggung jawab mengawasi Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang tersebar dari pesisir selatan Banten hingga Pacitan, Jawa Timur,” ungkap Dian.
Melalui FGD itu, diharapkan dapat merumuskan rekomendasi kebijakan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) keselamatan navigasi pelayaran dalam menghadapi potensi gempa megathrust. Selain itu, langkah-langkah mitigasi (pra/pasca megathrust) yang tepat juga perlu ditetapkan untuk memastikan normalisasi pelayanan jasa keselamatan pelayaran dapat berjalan normal, meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan, serta memperkuat kolaborasi seluruh stakeholder terkait dalam merespons apabila potensi gempa megathrust terjadi.