- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Jumat, 15 November 2024 | 10:21 WIB
: Wamenkominfo Nezar Patria dalam Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Multimedia Yogyakarta (Humas Kominfo)
Oleh Wahyu Sudoyo, Senin, 14 Oktober 2024 | 08:49 WIB - Redaktur: Untung S - 250
Jakarta, InfoPublik – Berbagai tantangan dalam mengomunikasikan peraturan, regulasi, dan capaian program akibat disrupsi digital mendorong pemerintah untuk meluncurkan terobosan baru, yaitu Mobile Government (M-Government).
“Kehadiran teknologi digital juga memunculkan fenomena M-Government,” ujar Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria, dalam keterangannya terkait Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Multimedia Yogyakarta, yang dilansir pada Minggu (13/10/2024).
Nezar Patria menjelaskan bahwa konsep M-Government merupakan alat komunikasi publik pemerintah yang mengadopsi berbagai platform media, termasuk media sosial, website, email, hingga kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
“M-Government memiliki tiga manfaat utama: diversifikasi wadah komunikasi publik pemerintah, memperluas cakupan penyebaran informasi melalui partisipasi kelompok marjinal, serta menciptakan komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat,” ungkapnya.
Nezar Patria menyatakan bahwa M-Government telah diterapkan di berbagai sektor, baik dalam pemerintahan maupun korporasi. "Ada entitas lain dengan pola komunikasi baru yang berpotensi mengubah kebijakan. Oleh karena itu, pemerintah terus beradaptasi dengan pendekatan M-Government ini," jelasnya.
Namun, meskipun M-Government telah diterapkan, tantangan dalam mengkomunikasikan kebijakan pemerintah masih cukup besar akibat banyaknya kebisingan (noise), disrupsi, dan potensi kesalahpahaman.
Wamenkominfo menilai bahwa komunikasi kebijakan di era digitalisasi saat ini lebih kompleks karena berlangsung dalam keadaan yang termediasi. “Dulu, komunikasi antara pemerintah dan masyarakat menggunakan media konvensional. Kini, sumber informasi tidak hanya berasal dari pemerintah tetapi juga dari banyak sumber lainnya,” tuturnya.
Dia memberi contoh tentang proses komunikasi kebijakan dan capaian pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19. Menurutnya, Indonesia tergolong responsif dalam pembatasan aktivitas masyarakat, seperti mewajibkan penggunaan masker dan vaksinasi. Namun, ketika kebijakan itu diterapkan, masyarakat tidak langsung menerimanya sebagai keputusan tanpa perdebatan.
“Selalu ada contoh lain, dan tidak semua orang setuju dengan pembatasan sosial yang kita terapkan. Misalnya, penggunaan masker memicu debat panjang. Informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan alasan ilmiah yang tidak jelas juga sering diyakini masyarakat sebagai kebenaran, yang menjadi tantangan dalam komunikasi kebijakan di era ini,” pungkas Wamenkominfo.
Turut hadir dalam kuliah umum tersebut, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Raden Wijaya Kusumawardhana serta Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Fadhilah Mathar. Kuliah Umum STMM Yogyakarta juga menghadirkan tiga narasumber dari akademisi Fisipol UGM, Purwo Santoso dan Budi Irawanto, serta Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia Riant Nugroho.