Kemen PPA Ungkap Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Turun Signifikan di 2024

: Peluncuran hasil survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024. Foto : Kemen PPPA


Oleh Dian Thenniarti, Senin, 7 Oktober 2024 | 21:42 WIB - Redaktur: Untung S - 91


Jakarta, InfoPublik – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) merilis hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024. Hasil survei ini menunjukkan penurunan signifikan dalam prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak, mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menyatakan bahwa tingkat respon survei ini cukup tinggi, mencapai lebih dari 80 persen. “Survei SPHPN dan SNPHAR sangat penting karena memberikan data prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh wilayah Indonesia, baik perkotaan maupun pedesaan. Data ini menjadi acuan utama untuk melihat keberhasilan penurunan kekerasan sesuai target RPJMN,” ujar Bintang pada Senin (7/10/2024).

Berdasarkan hasil survei, prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun menurun dari 9,4 persen pada 2016 menjadi 6,6 persen pada 2024. Untuk anak-anak, prevalensi kekerasan terhadap anak laki-laki turun dari 61,7 persen pada 2018 menjadi 49,83%, sedangkan anak perempuan turun dari 62 persen menjadi 51,78 persen. Bintang menyatakan, penurunan ini mencerminkan bahwa intervensi pemerintah dan berbagai pihak telah berjalan efektif.

“Hasil survei SPHPN dan SNPHAR sangat bermanfaat untuk menganalisis risiko kekerasan serta menentukan kebijakan perlindungan yang diperlukan. Data ini juga penting untuk mengembangkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan, serta evaluasi program pemberdayaan perempuan yang ada,” tambahnya.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, menekankan bahwa SPHPN 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan maupun orang lain. Angka prevalensi kekerasan terhadap perempuan ini lebih rendah dibandingkan angka global, di mana 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan.

Penurunan juga terjadi pada prevalensi kekerasan berbasis gender online (KBGO), yang umum terjadi pada perempuan usia 15-24 tahun, serta praktik sunat perempuan pada usia 15-49 tahun. Selain itu, terjadi penurunan prevalensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebesar 2,5 persen.

Survei SPHPN dan SNPHAR 2024 dilakukan di 38 provinsi dan mencakup 14.240 rumah tangga di 1.424 blok sensus. Data ini juga dibandingkan dengan hasil analisis SPHPN 2021 dan 2016 yang telah dirangkum dalam laporan survei sebelumnya.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, mengungkapkan bahwa SNPHAR melibatkan 15.120 sampel yang tersebar di 189 Kabupaten/Kota. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 11,5 juta anak usia 13-17 tahun pernah mengalami satu atau lebih bentuk kekerasan sepanjang hidupnya. Dalam 12 bulan terakhir, 7,6 juta anak atau 33,64 persen dari anak usia tersebut melaporkan mengalami kekerasan.

Pada 2024, bentuk kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan emosional, di mana 45 dari 100 anak laki-laki dan perempuan usia 13-17 tahun mengalami kekerasan emosional. Teman sebaya adalah pelaku kekerasan emosional dengan persentase tertinggi, yaitu 83,44 persen untuk anak laki-laki dan 85,08 persen untuk anak perempuan.

Meskipun angka prevalensi kekerasan terhadap anak menurun dibandingkan 2018, data menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak pada 2024 lebih tinggi dibandingkan 2021. Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada upaya intensif dalam penanganan kekerasan terhadap anak.

Survei SNPHAR 2024 dilakukan dengan menggunakan desain survei kluster empat tahap yang terstratifikasi di lima wilayah Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.

Deputi Bidang Statistik Sosial dari Badan Pusat Statistik (BPS), Ateng Hartono, berharap agar hasil SPHPN dan SNPHAR 2024 dikawal oleh berbagai pihak, mengingat isu kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat berdampak pada pembangunan manusia Indonesia. Ia menekankan pentingnya langkah cepat dari berbagai stakeholder untuk menangani isu ini agar Indonesia dapat mencapai Indonesia Emas 2045.

Survei SPHPN dan SNPHAR memiliki tantangan tersendiri dalam memperoleh informasi mengenai pengalaman kekerasan, karena masih banyaknya budaya, mindset, dan stigma yang berlaku di masyarakat. Resiko survei ini cukup besar, mengingat banyak responden perempuan dan anak yang merupakan korban kekerasan dalam berbagai bentuk.

Dalam survei ini, Kemen PPPA bekerja sama dengan BPS Pusat, Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) untuk pengumpulan data SPHPN, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM UI) untuk studi kualitatif, serta Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung untuk pengumpulan data SNPHAR.

Hasil Survei SPHPN dan SNPHAR 2024 menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data ini menjadi acuan penting dalam upaya pemerintah untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan serta mendukung kebijakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Dian Thenniarti
  • Senin, 7 Oktober 2024 | 20:29 WIB
ASDP Tanam Tiga Ribu Pohon Mangrove di Tangerang
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Senin, 7 Oktober 2024 | 20:30 WIB
Kepercayaan Masyarakat terhadap Layanan KAI Group Terus Meningkat
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Senin, 7 Oktober 2024 | 15:29 WIB
Gebyar Pelayanan Prima 2024: Dorong Inovasi dan Transformasi Layanan Publik
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 5 Oktober 2024 | 00:59 WIB
IMO Sahkan Penetapan Nusa Penida dan Gili Matra sebagai PSSA