BPKH Ringankan Beban Jemaah Tunda akibat Pandemi COVID-19

: Anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Keuangan Amri Yusuf dalam acara BPKH Connect di Jakarta, Rabu (1/8/2024). Foto: Ismadi Amrin/InfoPublik


Oleh Isma, Kamis, 1 Agustus 2024 | 19:34 WIB - Redaktur: Untung S - 184


Jakarta, InfoPublik - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah mempublikasikan laporan keuangan tahun 2023 di berbagai media. Namun pemberitaan tentang defisit sebesar Rp317,36 miliar belum dipahami secara utuh.

Selama pandemi COVID-19, BPKH mencatat surplus aset netto dari akumulasi nilai manfaat yang tidak digunakan akibat pembatalan ibadah haji selama dua tahun.

Rasio-rasio keuangan utama seperti likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas masih cukup solid dan stabil serta berada di atas standar yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa dana haji tetap dikelola dengan baik.

Demikian disampaikan Anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Keuangan Amri Yusuf dalam acara BPKH Connect di Jakarta, Rabu (1/8/2024).

Amri menambahkan, rasio likuiditas wajib BPKH berada pada level dua kali lipat dari BPIH sebagaimana yang digariskan undang-undang, menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.

"Dengan rasio solvabilitas di atas 100 persen, BPKH tetap solid dan mampu mengatasi tantangan masa depan. Rasio YOI rata-rata 6,71 persen dan menjaga efisiensi dengan CIR 3,32 persen atau di bawah 5 persen," kata Amri.

Defisit 2023, lanjut Amri, merupakan dampak kebijakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Bipih) yang dinamis dalam beberapa tahun terakhir akibat pandemi COVID-19. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban jemaah, terutama jemaah lunas tunda.

Sumber pembiayaan untuk jemaah lunas tunda diambil dari aset neto berupa akumulasi Nilai Manfaat yang tidak digunakan pada musim haji 2020 dan 2021. Serta tahun 2022 kuota keberangkatan jemaah hanya sebesar 50%.

Dengan kata lain, defisit yang dialami bukan karena pengelolaan keuangan yang kurang baik tetapi efek dari keputusan pemerintah dan DPR untuk mendukung jemaah lunas tunda 2020 dan 2022, yang secara akuntansi dicatatkan sebagai beban tahun berjalan 2023.

Pada tahun 2023, BPKH mengelola tiga skema Bipih untuk memastikan bahwa beban jemaah dapat diminimalkan.

Yakni jemaah lunas tunda tahun 2020, tanpa ada tambahan Bipih (84.609 jemaah). Jemaah lunas tunda 2022 (9.864 jemaah) yang tidak berangkat karena pandemi hanya dikenakan Bipih 40% dari BPIH, sementara jemaah 2023 (106.590 jemaah) membayar 55% dari BPIH.

“Jemaah lunas tunda 2022 dikenakan Bipih 40% dari total BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) yang artinya mendapatkan subsidi nilai manfaat sebesar 60%. Sementara jemaah haji 2023 dikenakan Bipih 55% dari BPIH dengan subsidi nilai manfaat sebesar 45%. Sementara jemaah 2020 tidak dikenakan tambahan Bipih," jelas Amri.

BPKH bersama pemerintah dan DPR berdedikasi untuk meringankan beban jemaah yang tertunda akibat pandemi covid-19, sebagai wujud tanggung jawab BPKH untuk terus mendukung umat.

“BPKH berkomitmen untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji. Kami percaya bahwa kolaborasi dengan semua pihak akan membantu mengatasi tantangan dan memastikan pengalaman haji yang lebih baik bagi semua," pungkas Amri.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Rabu, 28 Agustus 2024 | 15:38 WIB
PUPR Dorong Pembangunan Hunian Layak dengan Target 70 Persen di 2024
  • Oleh Isma
  • Kamis, 1 Agustus 2024 | 19:32 WIB
Soal Fatwa MUI, BPKH Tunggu Kesepakatan Pemerintah dan DPR
  • Oleh Eko Budiono
  • Jumat, 12 Juli 2024 | 10:38 WIB
Pelayanan Publik Berkualitas, Kemendagri Ingatkan Inovasi
  • Oleh Wandi
  • Jumat, 23 Februari 2024 | 21:34 WIB
Tahap I Ditutup, 200.601 Jemaah Lunasi Biaya Haji 1445 H/2024 M