Fenomena Regresi Demokrasi dan Upaya Kemenkominfo Menanggulanginya

:


Oleh Wahyu Sudoyo, Kamis, 23 Februari 2023 | 09:51 WIB - Redaktur: Untung S - 790


Jakarta, InfoPublik – Indonesia kini mengalami fenomena stagnasi, bahkan regresi atau kemunduran demokrasi, yang ditandai dengan capaian skor Indeks Demokrasi Indonesia 6,71 pada Indeks Demokrasi Global 2022, sama dengan tahun sebelumnya, namun rankingnya di tingkat global turun dari 52 pada 2021 menjadi 54 pada 2022.

“Pengukuran yang dilakukan oleh The Economist Intelligent Unit (menunjukkan) doemokrasi Indonesia tergolong flawed democracy atau demokrasi tidak sempurna, ada kekurangan di sana sini. Bahkan di Kawasan Asia Tenggara tahun lalu kita kalah dari Malaysia, Timor Leste serta Filipina. meskipun negara-negara sahabat itu masih tergolong demokrasi yang tidak sempurna juga,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo), Usman Kansong, dalam acara Forum Literasi Demokrasi bertajuk “Demokrasi Damai Di Era Digital" yang di gelar di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu (22/2/2023).

Menurut Dirjen IKP Kominfo, fenomena stagnasi atau regresi demokrasi itu sebetulnya bukan hanya dialami Indonesia, tetapi juga hampir semua negara, termasuk negara-negara yang selama ini dianggap demokrasinya sudah mapan seperti Amerika Serikat (AS).

Dia mencontohkan ketika gedung senat AS diserbu oleh pendukung Donald Trump, usai mengalami kekalahan dalam pemilihan presiden (pilpres) untuk periode pemerintahan keduanya.

“Itu mirip waktu di Indonesia 2019, kantor Bawaslu juga didemo besar-besaran sampai terjadi kerusuhan. Kominfo kemudian menurunkan kapasitas internet agar tidak mudah mendownload gambar atau video baru, karena kalau gambar-gambar itu bisa didownload dengan mudah, itu akan memunculkan kerusuhan yang lebih besar,” kata Usman Kansong.

Dirjen IKP Kominfo mengatakan, berdasarkan pembahasan di Bali Democracy Forum pada 8 Desember 2022 lalu, penyebab stagnan atau regresi demokrasi itu adalah disinformasi di media sosial.

Disinformasi itu adalah informasi yang sengaja dibuat untuk mendistorsi opini publik tentang suatu peristiwa yang dijadikan objeknya. Misalnya video ataupun gambar seolah-olah masjid diserang oleh Polisi padahal sebetulnya itu petasan divideokan kemudian disebarkan nah itu disinformasi.

Hal itu, berbeda dengan misinformasi, karena tidak ada unsur kesengajaan dan malinformasi, yakni faktanya ada tapi salah dalam mengkomunikasikan.

“Disinformasi itu gampangnya kita sebut hoaks,” imbuh dia.

Untuk menanggulangi terulangnya disinformasi atau hoaks, tambah Usman, diperlukan literasi digital, yang merupakan tugas Kementerian Kominfo.

Dalam hal itu, Kementerian Kominfo memiliki strategi hulu, tengah dan hilir. Untuk bagian hulu, Kominfo menjalankan program yang dinamakan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) atau disebut juga langkah preventif edukatif.

GNLD sendiri memiliki empat pilar, yakni keterampilan digital (digital skill), etika digital (digital ethics), budaya digital (digital culture), dan keamanan digital (digital safety).

“Jadi dalam menggunakan media sosial, Kominfo mengedukasi masyarakat untuk tidak membuat disinformasi,” tutur Dirjen IKP Kominfo.

Pada bagian tengah, Kementerian Kominfo melakukan penurunan (take down) konten-konten hoaks atau disinformasi dan melakukan kontra narasi,

Sedangkan bagian terakhir yang terakhir adalah penegakan hukum, yang dilakukan oleh aparat kepolisian, karena Kementerian Kominfo hanya berurusan dengan konten bukan dengan pelaku atau pembuat kontennya.

Dalam prosesnya, Kominfo sering dimintakan kesaksian ataupun barang-barang bukti di media sosial oleh polisi untuk bahan penyelidikan dan penyidikan.

“Marilah kita menggunakan ruang media sosial secara sehat berisi konten-konten yang produktif kemudian juga positif kritis tentu saja harus dia jangan mengisinya dengan hal-hal yang negatif atau konten-konten yang dilarang,” pungkas Usman Kansong.

Acara itu turut dihadiri Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Kuncoro Diharjo, Direktur Politik Hukum dan Keamanan Ditjen IKP Kominfo, Bambang Gunawan, Dekan FISIP UNS Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, dan Pemimpin Redaksi Fokus Jateng, Imanuel Didik Kartika.

Foto: YouTube