:
Oleh Wahyu Sudoyo, Kamis, 19 Mei 2022 | 13:30 WIB - Redaktur: Untung S - 303
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mengupayakan pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan kesesuaian konfigurasi lanskap dengan kondisi biofisik dan aspek sosial ekonomi.
Menteri LHK, Siti Nurbaya, menegaskan dalam aspek pembangunan, pengelolaan sumber daya air sama pentingnya dengan sumber daya lahan, yakni harus dilakukan secara berkesinambungan.
"Tata kelola lanskap harus ditangani untuk memastikan kesinambungan penyediaan air bersih dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang baik. Indonesia menginisiasi berbagai program pencegahan dan perbaikan stabilitas lanskap melalui pendekatan berbasis ekosistem untuk menjamin ketersediaan air sesuai dengan dimensi ruang dan waktu," ujar Menteri LHK dalam keterangan resmi yang diterima InfoPublik terkait “Sustainable Recovery through Reforms and Collective Action” di gelaran Sector Ministers’ Meeting 2022 - Sanitation and Water for All (SWA) di Jakarta pada Rabu (18/5/2022).
Acara itu dihadiri secara langsung oileh Delegasi dari Bangladesh, Malawi, Nepal, Suriname
Lebih lanjut Menteri Siti menjelaskan, pengelolaan sumber daya air di Indonesia tidak hanya mencakup aspek teknis, namun juga didukung aspek kelembagaan yang meliputi nilai, regulasi, partisipasi organisasi dan keterlibatan publik.
Dia mencontohkan dalam budaya Indonesia, masyarakat dianjurkan untuk menggunakan air dengan bijak, yang juga tercermin dalam regulasi negara, program dan peran serta masyarakat.
“Air menjadi faktor yang utama dalam menghitung daya dukung dalam penilaian lingkungan strategis kami, serta membangun ketahanan pangan dan energi," imbunya.
Menurut Menteri Siti, pengelolaan sumber daya air juga berkaitan dengan bagaimana mengelola ancaman terhadap pasokan dan kualitas air dalam menghadapi dunia yang semakin urban, degradasi bentang alam, dan tantangan atas perubahan iklim.
Oleh karena itu, katamya, Indonesia telah membuat komitmen yang kuat untuk memulihkan lahan terdegradasi dengan meluncurkan Indonesia Forestry and Other Land Use (FoLU) Net-Sink 2030.
Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah Indonesia, melalui KLHK, memiliki akumulasi pengalaman dalam program rehabilitasi hutan dan lahan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat lokal, serta kerjasama internasional.
"Target rehabilitasi hutan dan lahan Indonesia sangat masif. Ada 108 unit DAS kritis yang harus direstorasi, 15 danau prioritas, 65 waduk, 100 mata air, kawasan rawan bencana yang cukup besar, kawasan rawan kebakaran, dan tanah terdegradasi yang terletak di 34 provinsi,” tuturnya.
Selain itu, Indonesia telah melakukan beberapa hal seperti penggunaan kembali air wudhu di Masjid Istiqlal, terkait dengan program aksi pengelolaan air berkelanjutan, Restorasi hidrologi fungsi ekosistem Lahan Gambut, dan program Eco-riparian yang berfokus pada bagaimana memanfaatkan sungai dan danau untuk mengurangi pencemaran limbah domestik melalui pengolahan komunal terhadap air limbah rumah tangga sebelum dibuang ke sungai.
“Indonesia juga telah membentuk Program Onlimo dan Sparing untuk memantau kualitas air dari ancaman pencemaran secara kontinyu dan online,” tandasnya.
Foto: Biro Humas KLHK