:
Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 16 November 2017 | 22:40 WIB - Redaktur: Juli - 474
Jakarta, InfoPublik - Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno berharap kepada masyarakat Indonesia agar bisa menjawab tantangan globalisasi tanpa melupakan nilai-nilai Pancasila. Jika tidak maka semakin melemahkan bangsa Indonesia.
"Jangan sampai generasi muda larut dalam globalisasi, jangan kita mentang-mentang ikut globalisasi, semua isu kita telan mentah-mentah," imbuhnya saat menjadi pembicara Seminar Nasional bertema "Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Pendidikan Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional" di Gedung Lemhannas, Jakarta, Kamis (16/11).
Ia mengajak masyarakat Indonesia untuk selalu menerapkan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, Pancasila akan semakin lemah jika tidak diterapkan. "Kebesaran Indonesia itu juga terpancar dari sejarahnya, jika Pancasila semakin lemah, lama-lama akan dibuang oleh masyarakat Indonesia," katanya.
Namun demikian Try menilai kesadaran tentang pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara sudah mulai meningkat. Hal ini terlihat dari dibentuknya Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila (UK PIP) oleh Presiden Joko Widodo.
Tak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan aturan tentang pendidikan karakter bagi anak-anak Indonesia, sehingga generasi muda nanti memiliki budi pekerti yang baik dan mengerti tentang niai-nilai luhur Pancasila.
Menurutnya, hal ini merupakan 'angin segar' bagi revitalisasi Pancasila. Ini juga tanda-tanda kebangkitan agar Indonesia berdaulat, adil dan makmur sesuai Pancasila dan UUD 1945.
Dalam kesempatan itu, Try Sutrisno di hadapan peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXI Lemhannas menyerukan seluruh pihak yang mengelola bangsa dan negara untuk menjaga keutuhan NKRI sampai kiamat. Artinya, seluruh upaya-upaya memecah-belah bangsa, merongrong negara harus diatasi. "Umurnya NKRI harus sampai kiamat," ujarnya.
Try menyebutkan, selama reformasi, Pancasila sebagai simbol negara sudah terabaikan. Setidaknya hal itu terlihat dari empat kali amandemen UUD 1945 yang tidak lagi sesuai dengan semangat awal penyusunannya oleh pendiri bangsa.
Tak hanya itu, ada trauma membuat pendidikan tentang pancasila terabaikan sejak reformasi. "Hal ini membuat Pancasila terdegradasi. Pendidikan Pancasila dihapuskan karena dianggap indoktrinasi, padahal Pancasila mempersatukan masyarakat Indonesia yang berbeda suku, agama, dan ras," kata Try Sutrisno.
Menurut dia, Pancasila tidak hanya sekedar dihafalkan dan diucapkan, melainkan harus diterapkan serta tidak dicampur dengan pendidikan yang lain."Pendidikan Pancasila harusnya fokus, jangan dicampur dengan pendidikan kewarganegaraan. Karena Pancasila sangat penting perannya untuk bangsa Indonesia," katanya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, mengatakan, Pancasila merupakan perasan nilai-nilai yang hidup dalam sanubari seluruh rakyat Indonesia yang akan mempersatukan di tengah keberagaman.
"Dengan persatuan, ketahanan nasional kita akan menjadi kuat. Sebaliknya, ketahanan nasional akan lemah jika persatuan goyah dan semangat untuk bersatu luntur," kata Jimly.
Oleh karena itu, semangat untuk terus bersatu dan memperkuat ketahanan nasional harus dijaga dan dikawal dengan sungguh-sungguh.
Yeni Wahid dari Wahid Center, mengatakan untuk mengkampanyekan nilai nilai Pancasila juga harus dibarengi dengan aktualisasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya disekolah semua kompunen yang ada di masyarakat. Mulai dari sekolah sendiri. Kalau mendidik anak pertama keluarga , sekolah dan masyarakat sendiri.
"Jadi kalau nilai-nilai dan tindakan kita tidak sesuai dengan Pancasila mau kita ajari anak anak disekolah maka tidak akan nempel karena tidak sinkron. Misalnya gurunya mengajarkan tentang ketuhanan yang maha esa tetapi bapaknya ngomongin tetangganya kafir jelas ga cocok."ujarnya.