:
Oleh Wawan Budiyanto, Kamis, 16 November 2017 | 21:53 WIB - Redaktur: Juli - 300
Jakarta, InfoPublik - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan Visiting World Class Professor (WCP) menjadi momentum untuk mendongkrak mutu pendidikan tinggi, termasuk jumlah publikasi Indonesia.
Mengingat, selama 20 tahun terakhir jumlah publikasi ilmiah Indonesia selalu di bawah Thailand, dan baru kali kini dapat menyalip sehingga dapat menduduki posisi ketiga di Asia Tenggara. Target berikutnya, ucap Nasir, adalah menyalip jumlah publikasi Malaysia dan Thailand.
"Kemenristekdikti terus melakukan terobosan. Selain menerbitkan Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017, juga melakukan Program WCP ini. Targetnya tidak main-main, oleh sebab itu saya berharap para peserta program WCP dapat merumuskan suatu rancangan untuk perbaikan penyelenggaraan pendidikan tinggi, riset, dan inovasi di Indonesia," kata Menristekdikti saat Pembukaan Seminar World Class Professor Tahun 2017 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis (16/11).
Menurutnya saat ini, setidaknya sudah ada tiga universitas Tanah Air yang masuk dalam 500 besar dunia, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ke depan, Nasir berharap terdapat lima perguruan tinggi yang masuk dalam jajaran 500 terbaik dunia. Untuk mewujudkannya, ditargetkan tidak hanya publikasi ilmiah saja yang ditingkatkan, tetapi juga jumlah Doktor muda yang unggul dalam pengembangan riset.
"Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti sudah membuka program percepatan Magister dan Doktor, bahkan sudah meluluskan Doktor termuda berusia 24 tahun bernama Grandprix yang lulus S-1 dari UI, lalu melanjutkan program Magister dan Doktor di ITB. Berikutnya, saya berharap ada terobosan lain di mana percepatan studi ini dilakukan sejak S-1 sampai S-3," ujarnya.
Ia menjelaskan, pengelolaan perguruan tinggi yang baik, kualitas sumber daya manusia dan iptek dikti, serta riset dan inovasi akan berdampak signifikan pada daya saing bangsa. Nasir menuturkan, saat ini Global Competitiveness Index Indonesia masih di posisi ke-36 dari 137 negara.
Hal tersebut perlu ditingkatkan mengingat Indonesia memiliki potensi yang besar. Di antaranya dengan cara mengejar empat faktor utama, meliputi pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, inovasi, serta tingkat kesiapan teknologi (Technology Readiness Level).
Program WCP Tahun 2017 sendiri menarik minat yang besar dari para profesor dunia juga perguruan tinggi. Negara-negara asal profesor pada program ini datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Korea Selatan, China, Inggris, Prancis, Australia, Jepang, Amerika, Denmark, Jerman, Selandia Baru, Arab Saudi, Kanada, Italia, Belanda, Taiwan, Rusia, Thailand, dan Malaysia. Bahkan, program World Class Professor berhasil menghimpun 162 proposal. Namun, setelah diseleksi hanya ada 39 proposal yang lolos untuk berkolaborasi dengan 84 profesor dunia.
Hadir sebagai peserta Seminar World Class Professor adalah para jajaran pejabat di lingkungan Kemenristekdikti, Komisi VII dan Komisi X DPR RI, para pimpinan perguruan tinggi, dan para koordinator Kopertis Wilayah di Indonesia. Adapun tiga profesor yang akan memaparkan penelitiannya, yakni Profesor Jean Louis Batoz dari Prancis yang melaksanalan program di UI, Profesor Paul Taylor dari Australia yang melaksanalan program di UGM, serta Profesor K. Honda dari Jepang yang melaksanakan program di IPB.