Vision 2020, Hilangkan Kebutaan di Indonesia Hingga 0,5 Persen

:


Oleh Putri, Rabu, 4 Oktober 2017 | 08:22 WIB - Redaktur: Juli - 959


Jakarta, InfoPublik - Survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia (PERDAMI) dan Badan Litbangkes, tahun 2014 – 2016 di 15 provinsi pada penduduk di atas usia 50 tahun menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3 persen.

"Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak 70–80 persen. Sedangkan penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi 10–15 persen," kata Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sat temu media hari penglihatan sedunia, di Jakarta, Selasa (3/10).

Disebutkan jumlah penderita katarak di Indonesia cukup banyak yang terbukti dengan adanya RAAB. Hasilnya, tahun 1996 1,5 persen saat ini mencapai tiga persen rata-rata. Jika dilihat di Jawa Timur cukup tinggi 4,4 persen, sedangkan DKI Jakarta hanya 1,9 persen.

Survei RAAB di 15 provinsi itu sudah mencakup 65 persen orang Indonesia. Sementara untuk sekali survei dibutuhkan dana sekitar Rp15 juta. Untuk povinsi yang tidak dilakukan survei maka merujuk ke provinsi terdekat yang dilakukan survei. Hal tersebut karena kondisi demografinya hampir menyerupai.

Menurut Menkes Nila, indeks pembangunan meningkat, sekarang lebih dari 70 persen. "Namun ada beberapa penyakit yang tidak bisa dicegah tapi kita bisa bantu dengan rehabilitasi, salah satunya katarak atau kekeruhan lensa,” katanya.

Penyakit katarak, lanjut Nila, salah satunya disebabkan karena usia lanjut. Usia lanjut akan berdampak pada peningkatan gangguan penglihatan secara langsung yakni katarak dan secara tidak langsung yakni retiniopati diabetikum. Khusus untuk katarak, satu-satunya cara untuk mencegah kebutaan akibat katarak adalah dengan operasi.

Selain itu, Kelainan refraksi merupakan penyebab utama gangguan penglihatan yang saat ini banyak terjadi pada anak-anak. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada kecerdasan siswa dan proses penerimaan informasi dalam kegiatan belajar. Deteksi dini atau skrining gangguan refraksi pada anak, khususnya anak sekolah dasar sangat penting dilakukan.

"Gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditangani dengan sungguh-sungguh oleh Pemerintah bersama masyarakat. Selain itu, gangguan penglihatan dan kebutaan dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas masyarakat Indonesia," ungkapnya.

Pemerintah dengan Nawacita berupaya menurunkan tingginya angka kebutaan di Indonesia, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. "Jadi kita harus betul-betul hadir untuk membantu masyarakat. Kita harus mengetahui daya saing antar negara yang semakin kuat," ujarnya.

Pada kasus katarak, rehabilitatif sangat membantu untuk bisa melihat kembali dan menjadi produktif kembali. Dengan kondisi Indonesia negara tropis, kata Menteri Nila, penduduknya sangat mudah menderita katarak mulai usia 46 tahun.

"Tugas kita sekarang ini karena katarak bisa direhabilitasi dan dikembalikan penglihatannya, Vision 2020 harus bisa menurunkan hingga hanya 0,5 persen masih ada sisa dua tahun lagi. Sebanyak apapun gangguan nantinya, setidaknya kita memiliki angka kebutaan, target, dan daerah tujuan," kata Menteri Nila.