Kurangi Pengangguran, Pemerintah Seimbangkan Supply dan Demand Pasar Kerja

:


Oleh H. A. Azwar, Sabtu, 12 Agustus 2017 | 21:33 WIB - Redaktur: Juli - 311


Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dakhiri menyatakan perlu dijaga keseimbangan antara supply and demand (penawaran dan permintaan) sumber daya manusia (SDM) demi bertambahnya pertumbuhan ekonomi.

Keseimbangan tersebut menjadi concern agar pertumbuhan industri dan penyerapan tenaga kerja mampu berjalan maksimal. "Penyesuaian ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, tetapi dibutuhkan keterlibatan semuanya. Tapi, pemerintah harus memimpim untuk menyeimbangkannya," kata Hanif saat memberikan pengantar materi Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dan masa depan di ruang Tripartit, gedung Kemnaker Jakarta, Sabtu (12/8).

Dijelaskannya, ketidakseimbangan antara supply and demand SDM dapat mengakibatkan berbagai problem Ketenagakerjaan. "Salah satunya under utilization, yakni, jenis pekerjaan tidak sesuai dengan level pendidikan," jelas Hanif.

Terkait SDM dan hubungan industrial, menurut Hanif, tetap menjaga keseimbangan supply anda demand. "Selama supply and demand tidak seimbang, maka pasar kerja kita juga akan sangat dinamis, serikat pekerjanya juga "mainnya" itu-itu saja tidak bergeser dari upah dan outsourcing," ujarnya.

Lebih jauh Hanif mengatakan tantangan yang dihadapi ketenagakerjaan Indonesia sangat besar. Selama ini isu ketenagakerjaan lebih dipandang sebagai isu pinggiran bukan isu penting atau sentral.

"Ini bisa terlihat dari republik ini secara keseluruhan menempatkan masalah ketenagakerjaan dalam seluruh pekerjaan. Ini masih menjadi persoalan," katanya.

Padahal isu ketenagakerjaan sejatinya merupakan isu strategis karena yang diukur sebuah pemerintahan sebenarnya adalah bagaimana pertumbuhan lapangan pekerjaan dan bagaimana pertumbuhan penyerapan lapangan pekerjaan tersebut. "Pemerintahan apapun bisa disebut hebat jika diukur dari hal sederhana, yang bisa dilihat rakyat yakni masalah ketenagakerjaan," ujarnya.

Ditambahkannya, pihaknya juga fokus memperkuat akses dan mutu untuk melakukan trainning dan retrainning. Bukan hanya pemerintah tetapi juga pihak swasta. "Kita harus kasih pilihan ke rakyat  yang banyak. BLK pemerintah atau BLK swasta silakan. Yang penting pemerintah kasih standard. Apabila pemerintah memiliki anggaran silakan saja subsidi BLK pemerintah atau subsidi warganegara yang ingin mengikuti pelatihan kerja di manapun," imbuh dia.

Hanif menjelaskan, trainning diperlukan karena setiap tahun angkatan kerja baru rata-rata sebanyak 2 juta pertahun, dengan latar belakang pendidikan variatif. Bahkan lulusan perguruan tinggi mengalami masalah karena mismatch nya besar. Yakni 37 persen, orang yang bekerja sesuai latar belakang pendidikannya.

Adanya Missmatch tersebut pasti akan menimbulkan problem, tidak akan bisa memasuki dunia kerja. Selain itu juga yang berlatar pendidikan rendah (SD/SMP), pasti tidak bisa langsung memasuki pasar kerja. "Artinya semua hal tersebut membutuhkan akses untuk trainning," katanya.

Kedua, retrainning diperlukan bagi angkatan kerja yang sudah bekerja tetapi terkena PHK. Salah satu penyebab adanya PHK adalah adanya dampak perlembangan Teknologi Informasi. Pekerja-pekerja rentan yang terkena PHK membutuhkan akses retrainning. "Kalau tidak, mereka pasti akan bertarung karena mereka tak mau di PHK," ujarnya.