Pemerintah Tegaskan Komitmennya Berantas TKI Non-Prosedural

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 7 Maret 2017 | 10:08 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 824


Jakarta, InfoPublik - Tingginya angka Tenaga Kerja Indonesia (TKI) non-prosedural telah menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan keselamatan terhadap TKI di luar negeri, maupun terhadap keluarga dan lingkungan sosialnya.

Dalam rangka mencegah meningkatnya jumlah kasus TKI non-prosedural, Pemerintah berkomitmen melakukan upaya pencegahan dalam rapat koordinasi antar Kementerian/Lembaga mengenai upaya pencegahannya.

Sesuai dengan Nawa Cita khususnya butir pertama yaitu menghadirkan kembali negara untuk mengurus segenap bangsa dan memberikan rasa aman untuk seluruh warga negara, maka seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), KemhukHAM, Polri, Kemlu, Kemenag dan BNP2TKI menegaskan kembali komitmen untuk mencegah terjadinya TKI non-prosedural.

“Perlu dibuat standar prosedur untuk mencegah Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI-red) non-prosedural baik pada saat pembuatan paspor sampai proses keberangkatan di tempat pemeriksaan imigrasi. Untuk berjalannya penegakan hukum (law enforcement-red), perlu tindakan tegas termasuk kepada aparat yang ikut bermain,” ungkap Ronny F. Sompie, Direktur Jenderal Imigrasi KemhukHAM dalam rapat koordinasi antar Kementerian/Lembaga yang diadakan pada Senin (6/3) di Ruang Rapat Sekertariat Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta.

Menurut Sekertaris Jenderal Kemnaker Hery Sudarmanto ada enam langkah dalam upaya mewujudkan komitmen tersebut. Langkah pertama adalah memperkuat sinergi seluruh kepentingan melalui penyusunan perjanjian kerja sama (PKS). Dalam PKS tersebut akan diatur kewajiban masing-masing pemangku kepentingan.

Kedua meningkatkan peran masing-masing institusi untuk sosialisasi tata cara pemberangkatan calon TKI bersama Kemnaker, Imigrasi, BNP2TKI, Kemlu, Polri dan Kemenag di daerah masing-masing kantong TKI. Ketiga memperketat proses penerbitan paspor dan keberangkatan WNI yang terindikasi akan bekerja keluar negeri secara non prosedural. “Sanksi ini dijatuhkan termasuk kepada sponsor, petugas maupun siapa saja yang berusaha melakukan TKI non procedural,” kata Hery.

Komitmen keempat, lanjut Hery adalah penegakan hukum dan pemberian sanksi kepada para pihak yang terlibat dalam proses pemberangkatan TKI non-prosedural ke luar negeri. Kelima penguatan regulasi dalam rangka memberikan payung hukum bagi upaya pencegahan terjadinya TKI non-prosedural. Keenam kerjasama pengembangan kesisteman dan integrasi dalam rangka mendukung pertukaran data dan informasi.

Dalam kesempatan sama Soes Hindharno mengatakan untuk  paspor bagi CTKI, apabila tidak ada rekomendasi dari Disnaker, maka Kantor Imigrasi tidak akan memberikan ijin dalam pembuatan paspor.

“Selain itu, kepada para pengguna tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu disosialisasikan mengenai karakteristik dokumen keimigrasi bagi Warga Negara Indonesia khususnya TKI ke luar negeri,” kata Maruli A. Hasoloan, Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker.

Pihak Pemerintah Arab Saudi, sebagai salah satu negara tujuan utama CTKI, sudah memberikan komitmen untuk menyeleksi lebih ketat dalam mengangani kasus “minyak babi cap unta” yaitu visa formal untuk bekerja informal seperti visa “cleaning service” untuk bekerja sebagai PLRT. Namun demikian, untuk kasus penyalahgunaan ijin ziarah akan sulit untuk melakukan tindakan seleksi ketat karena jumlahnya sangat besar.

Hadir dalam rapat tersebut Dirjen Imigrasi Kemenerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenhukHAM) Ronnie F. Sompie, Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono, Kemenlu Iqbal, Direktorat Jenderal Perjalanan Haji dan Umrah, Kemenag Muhajirin dan Direktur Lalu Lintas Keimigrasian, Ditjen Imigrasi Maryoto Sumadi.