Iklan Rokok di Sekitar Sekolah Kian Meresahkan

:


Oleh H. A. Azwar, Sabtu, 25 Februari 2017 | 20:54 WIB - Redaktur: Juli - 1K


Jakarta, InfoPublik - Keberadaan iklan rokok saat ini dinilai semakin meresahkan masyarakat, pasalnya, media promosi produk tembakau itu kini cukup marak tersebar di warung-warung yang terdapat di sekitar sekolah.

"Dengan kondisi semacam itu dikhwatirkan dapat mempengaruhi persepsi kalangan pelajar tentang rokok, sehingga lama-kelamaan mereka pun terdorong untuk mencoba merokok," kata Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari di Jakarta, Sabtu (25/2).

Menurutnya, dari hasil studi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) pada 2007 mengungkap, sebanyak 46,3 persen anak mengaku terpengaruh merokok karena melihat iklan rokok. Sementara, sekitar 86,7 persen anak mengaku melihat rokok di media luar ruang.

Sejak Desember 2016, lanjut Lisda, Yayasan Lentera Anak menggandeng pelajar dari 90 sekolah di lima kota, yaitu Padang, Mataram, Bekasi, Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor, untuk terlibat dalam kampanye TolakJadiTarget. Lewat kampanye tersebut, para siswa di lima kota itu berhasil menurunkan ratusan spanduk dan poster iklan rokok yang ada di sekitar sekolah mereka.

"Kegiatan pencopotan spanduk dan poster iklan ini menjadi salah satu bentuk penolakan mereka dijadikan sebagai target pemasaran oleh perusahaan-perusahaan rokok, " ujar Lisda.

Lisda menjelaskan, bahwa kalangan pelajar termasuk pasar yang sangat potensial bagi perusahaan-perusahaan rokok. Alasannya, remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap mereka di masa depan.

"Dari hasil pemantauan kami, lima perusahaan rokok terbesar di Indonesia terbukti meletakkan iklannya di sekitar sekolah. Selama kampanye TolakJadiTarget berlangsung, ditemukan sebanyak 61 merek rokok yang beriklan di sekitar sekolah di lima kota ini," katanya.

Semantara, hasil pemantauan oleh Yayasan Lentera Anak juga mengungkapkan, perusahaan-perusahaan rokok ternyata mengeluarkan sejumlah uang untuk memasang iklan produk mereka di warung-warung sekitar sekolah.

Beberapa pemilik warung mengaku diberi uang dalam jumlah yang variatif. Mulai dari Rp50 ribu/bulan, Rp300 ribu/3 bulan, Rp800 ribu/tahun, Rp2 juta per tahun, hingga Rp4 juta per tahun. "Spanduk yang diletakkan di warung sekitar sekolah tersebut diduga tidak berizin dan tidak membayar pajak reklame kepada pemerintah," ungkap Lisda.