:
Oleh Dian Thenniarti, Rabu, 15 Februari 2017 | 16:11 WIB - Redaktur: Juli - 418
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perhubungan menginstruksikan seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terutama para Kepala Syahbandar dan para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) agar tetap mewaspadai adanya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang masih terjadi di sebagian wilayah perairan Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut A. Tonny Budiono mengatakan, hal tersebut sesuai dengan Maklumat Pelayaran No. 21/II/DN.17 yang telah dikeluarkan tanggal 13 Februari 2017. "Maklumat Pelayaran ini dikeluarkan menyusul peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofosika (BMKG) yang memperkirakan tanggal 12 hingga tanggal 18 Februari 2017 akan terjadi cuaca ekstrim dengan gelombang setinggi 2,5 meter sampai 4 meter, serta hujan lebat disertai angin kencang dan petir pada beberapa wilayah perairan," katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (14/2).
Wilayah yang akan megalami cuaca ekstrem adalah Perairan Sabang, Perairan Bengkulu dan Pulau Enggano, Perairan Barat Lampung, Perairan Timur Kepulauan Riau dan Lingga, Laut Natuna, Perairan Kepulauan Natuna dan Anambas; Selat Sunda bagian Selatan, Perairan Selatan Pulau Jawa, Perairan Kepulauan Sangihe-Talaud, Perairan Bitung-Manado, Perairan Kepulauan Halmahera; Laut Arafura; Laut Timor, Perairan Sorong, Perairan Manokwari dan Perairan Kepulauan Sula.
"Terkait adanya peringatan BMKG tersebut, sebagai upaya peningkatan keselamatan pelayaran, kami mengingatkan kembali kepada seluruh Syahbandar untuk melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui situs BMKG serta menyebarluaskan hasil pemantauan tersebut kepada pengguna jasa dengan memampangkannya di terminal atau tempat embarkasi/debarkasi penumpang," ujar Tonny.
Apabila kondisi cuaca membahayakan keselamatan kapal, lanjut Tonny, maka Syahbandar harus menunda pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sampai kondisi cuaca di sepanjang perairan yang akan dilayari benar-benar aman.
Selain itu, Tonny juga meminta kepada seluruh operator kapal khususnya para nahkoda agar melakukan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya 6 jam sebelum kapal berlayar dan melaporkan hasilnya kepada Syahbandar saat mengajukan permohonan SPB. "Selama pelayaran di laut pun nakhoda wajib melakukan pemantauan kondisi cuaca setiap 6 jam dan melaporkannya kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat," tegasnya.
Jika terjadi cuaca buruk, Tonny menambahkan, kapal tersebut harus segera berlindung di tempat yang aman dan segera melaporkannya kepada Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dan kondisi cuaca di sekitar.
Selanjutnya, melalui Maklumat Pelayaran ini juga Dirjen Tonny menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Kepala Distrik Navigasi agar selalu mensiapsiagakan kapal-kapal negara (kapal patroli KPLP/kapal perambuan) untuk segera memberikan pertolongan jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kapal.
"Apabila terjadi kecelakaan di laut, maka Kepala SROP dan nakhoda kapal harus segera berkoordinasi dengan Pangkalan PLP untuk selanjutnya dilaporkan kepada Pos Komando Pengendalian dan Operasional (Poskodalops), serta Kantor Pusat Ditjen Hubla," kata Tonny.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Pelayaran ini diharapkan seluruh jajaran Ditjen Hubla, khususnya para petugas di lapangan dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran. "Namun sekali lagi saya tegaskan, bahwa keselamatan pelayaran tidak akan terwujud tanpa adanya sinergi antara regulator, operator, dan masyarakat pengguna jasa transportasi laut itu sendiri," kata Tonny.