BPJS Ketenagakerjaan Belajar Antisipasi Aging Population dari Jepang

:


Oleh H. A. Azwar, Jumat, 30 Desember 2016 | 10:53 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 593


Jakarta, InfoPublik - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mendapatkan pelajaran penting dari Jepang terkait pengalaman dalam penyelenggaraan jaminan pensiun.

Jaminan pensiun merupakan perlindungan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terakhir yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015.

Jaminan ini memberikan manfaat berupa pembayaran sebagian penghasilan bulanan hingga 40 persen kepada peserta atau ahli warisnya pada saat peserta memasuki usia pensiun atau cacat atau meninggal dunia sebelum memasuki usia pensiun. Dengan adanya program ini, tidak hanya pegawai negeri sipil yang dapat menikmati jaminan pensiun, namun juga pegawai swasta.

Siaran pers BPJS Ketenagakerjaan yang diterima pada Kamis (29/12) menyebut pengalaman tersebut diterima Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto pada kunjungannya ke Jepang dalam acara pemaparan kinerja Ministry of Health, Labour and Welfare (MHLW) dan Japan Internasional Coorporation Agency (JICA) pada tanggal 26 Desember 2016.

Menurut Agus Susanto, Indonesia saat ini sedang memasuki tahapan bonus demografi, yang sangat ideal dimanfaatkan untuk penyelenggaraan jaminan pension.

Adapun risiko defisit pendanaan menurutnya juga belum timbul mengingat jaminan pensiun baru dimulai dan baru 15 tahun yang akan datang pembayaran manfaat pensiun normal mulai dilakukan.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menjelaskan Indonesia perlu mengantisipasi aging population atau penuaan penduduk pada sekitar tahun 2050 seperti yang dialami Jepang saat ini.

Banyak negara-negara yang telah menelan pil pahit akibat keliru dalam perencanaan program jaminan pensiun seperti Yunani, untuk itu kami belajar dari Jepang yang sedang menghadapi tantangan Aging Population. Kami sangat mengharapkan support dari pemerintah Jepang khususnya MHLW dan JICA agar Indonesia dapat menjalankan program jaminan pensiun yang berkelanjutan, beber Agus.

Hal ini sejalan dengan amanat Menteri Keuangan pada pertemuan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Ketenagakerjaan di akhir November 2016, dimana Menteri Keuangan menyampaikan pentingnya perhatian khusus terhadap program jaminan pensiun agar dapat sustainable.

Saat ini program jaminan pensiun telah diikuti oleh 8,9 juta peserta di seluruh Indonesia, dengan penerima manfaat akibat meninggal sebesar 14 ribu orang atau senilai Rp13,4 miliar.

Agus menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan mengingatkan untuk menjaga keberlangsungan program pensiun jangka panjang,  para stakeholder termasuk kementerian dan lembaga terkait sudah saatnya  mulai melakukan evaluasi besaran iuran jaminan pensiun yang ideal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015. "Iuran jaminan pensiun saat ini sebesar 3 persen, dimana 2 persen dibayarkan perusahaan, 1 persen dibayarkan pekerja,” ujar Agus.

Berdasarkan pemaparan Agus, pihak MHLW dan JICA telah berkomitmen untuk membantu Indonesia untuk sharing experience dan capacity building dalam penyelenggaraan program jaminan pensiun.

Pada akhir Februari 2017, JICA telah menegaskan untuk mengirim tenaga ahli bidang jaminan pensiun ke Indonesia sebagai tindaklanjut dari pertemuan ini, tukas Agus.