Mensos: Perlindungan Anak Butuhkan Sinergitas Antar Instansi

:


Oleh Yudi Rahmat, Selasa, 29 November 2016 | 15:03 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 398


Jakarta, InfoPublik - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengingatkan, perlindungan terhadap anak merupakan persoalan serius yang membutuhkan sinergitas antarinstansi, kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah daerah.

“Secara keseluruhan angka kekerasan terhadap anak menurun. Tetapi akses masyarakat dan huntingnya media untuk mendeteksi persoalan itu menjadi lebih luas dan publikasi relatif banyak yang bisa dimunculkan,” ujar Mensos Khofifah di Jakarta, Selasa (29/11).

Kementerian Sosial kata Menteri Khofifah, melalui Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) Perlindungan Anak melakukan pendeksian pada titik-titik yang dianggap rawan, agar bisa segera diberikan quick response.

“Saya remote melalui Sakti Peksos Perlindungan Anak, sehingga ketika terjadi kasus kekerasan terhadap anak bisa segera diberikan repson yang cepat atau quick response, baik keperluan untuk visum, penanganan trauma healing dan konseling bagi korban maupun keluarga,” ucapnya.

Namun, bagi pelaku yang merupakan anggota keluarga si korban memang sedikit masih sensitf. Hal itu harus mendapatkan treatment, karena anak ketakutan ketika mereka harus kembali ke rumah.

“Masih perlu upaya yang serius karena si korban ketakukan ketika harus kembali ke rumah, misalnya dalam kasus incest, karena yang tahu saja terkadang menutup mata,” tandasnya.

Salah satu upaya yang dilakukan mengimpelementasikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) akhir 2015. Dimana, dalam surat edaran disebutkan di setiap  RT dan RW agar disiapkan 5 sampai 10 menjadi relawan perlindungan anak.

“Efektif tidaknya tergantung komitmen bupati/walikota. Saya berharap apa yang sudah ditemukan tim berbagai media bisa menjadi warning dan kewaspadaan bagi masyarakat di lini paling bawah agar menyiagakan tim 5-10 orang jadi relawan perlindungan anak,” katanya.

Jika tidak dilakukan kewaspadaan di lini paling bawah, maka korban incest sudah depresi berat, trauma mendalam, serta mengalami penderitaan hebat. Lalu, korban kabur, tapi tidak tahu harus kemana dan berbuat apa.

“Masih mending ketika kabur dari rumah, dan di situ ada kantor polisi bisa melaporkan kekerasan yang dialaminya dan selanjutkan bisa mendapatkan perlindungan, ” katanya.

Di Kemensos ada program pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) menjadi layak huni. Memang, tidak berdampak langsung tetapi sangat efektif mengatasi dan mengurai masalah terkait dengan incest.

“Kondisi rumah 2x3 meter dihuni sembilan anggota keluarga bisa dipastikan tidak ada kamar. Kondisi itu memicu terjadinya incest dengan pelaku tertinggi ayah kandung, kakak kandung baru ayah tiri dan paman,” katanya.

Bisa dibayangkan, sehari-hari dalam satu petak rumah. Korban incest mau teriak kemana, kecuali sudah sangat trauma dia akan teriak dan kabur dari rumah dan itu pada posisi sudah pasrah apa yang terjadi selanjutnya. “Pada posisi tersebut, jika si korban incest pulang ke rumah akan mendapatkan kekerasan yang lebih hebat lagi dan  kondisi ini yang harus direspon dengan cepat, ” terangnya.

Bila menemukan kasus seperti itu harus blowup media, Surat Edaran Mendari terkait perlindungan terhadap anak dari lini paling bawah perlu ditindaklanjuti, serta perlu parenting skills sebab tanggung jawab mendidik dan melindungi anak merupakan tugas dari para orangtua.

“Ada call center di 1500771 ketika ada kasus kekerasan terhadap anak, yang sejak Juli diluncurkan beroperasi 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam sepekan,” katanya.

Call center jadi tempat menyampaikan informasi ketika terjadi kekerasan terhadap anak. Sehingga, tim Kemensos bisa memberikan quick response.  Saat ini, ada 19 shelter walaupun tidak semua milik Kemensos, tapi sudah ada konektivitas pelayanan kesejahteraan anak.