HAM Korban Kekerasan Seksual Harus Diprioritaskan

:


Oleh Yudi Rahmat, Sabtu, 15 Oktober 2016 | 15:55 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 477


Jakarta, InfoPublik  – Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise meminta masyarakat memandang positif dengan disahkannya Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.  Disahkannya UU ini diharapkan akan dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan pada anak, khususnya kasus kekerasan seksual.

Menteri juga meminta Hak  Asasi Manusia (HAM) pada korban, keluarga dan masyarakat diprioritaskan, walau negara juga melindungi HAM pelaku kekerasan.

“Walau pelaku kekerasan terhadap anak punya hak asasinya, namun hak asasi korbanlah yang harus diprioritaskan. Begitu juga hak asasi keluarga dan masyarakat. Betapa korban dan keluarga akan hancur dengan tindakan pelaku. Masyarakat juga ketakutan, ada rasa tidak aman dengan perbuatan pelaku kekerasan seksual. Akibat perbuatan pelaku,  ketertiban masyarakat terganggu,” ujar Menteri Yohana Yembise melalui keterangan tertulis, Jumat(14/10).

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Kementerian PP dan PA juga berupaya mewujudkan misi dan visi Nawacita yang salah satunya memberikan perhatian dan perlindungan pemenuhan hak terhadap anak-anak dan perempuan. “Presiden menginginkan anak-anak dan perempuan yang berkualitas, mandiri dan berkepribadian dan semua menteri harus bisa mengarahkan kinerjanya sesuai dengan arahan Presiden.”

Disahkannya Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan Menteri Yohana, harus dibarengi dengan pemahaman yang sama oleh aparat penegak hukum. Kementerian PP dan PA juga sudah berkoordinasi dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan agar hukuman pelaku kekerasan terhadap anak bisa diberikan seberat-beratnya. Hukuman berat sesuai tindakan pelaku diharapkan akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan.

“Pemerintah memberikan peluang untuk adanya hukuman mati. Namun pemerintah dan dewan legislasi tidak bisa memberikan intervensi terkait memberikan hukuman apakah hukuman penjara seumur hidup, rehabilitasi, atau hukuman mati. Sanksi hukuman tentu disesuaikan dengan seberapa berat pelaku melakukan kejahatan. Apakah ada nanti ada saksi-saksi yang meringankan. Tentu hakimlah yang akan menentukan. Kebiri hanyalah salah satu dari sanksi yang diberikan dalam bentuk tindakan sebagai tambahan hukuman.”

Pemerintah pun, lanjut Menteri Yohana, sudah pernah menerbitkan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Pertama atas UU Nomor6 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Walau sanksi hukumannya sudah diberikan 5 sampai 15 tahun, bahkan seumur hidup, belum mampu memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual.

“Belakangan kasus kekerasan seksual justru makin tinggi. Setiap hari ada saja kasus yang mengancam jiwa dan tumbuh kembang anak. Masih ada ketakutan dari masyarakat, padahal anak sudah dilindungi negara, dalam Pasal 28 ayat 2 UUD 45 disebutkan, setiap anak berhak tumbuh dan berkembang. Dan saat ini negara memandang kasus kekerasan terhadap anak adalah kasus yang sangat serius dan perlu tindakan tegas dari negara,” timpal Menteri Yohana.