Pemerintah Konsisten Siapkan SDM Sektor Migas dan Pertambangan

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 5 Oktober 2016 | 14:24 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Bandung, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menyatakan, pemerintah tetap konsisten menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia khususnya untuk menyiapkan SDM sektor migas dan pertambangan yang kompeten dan berdaya saing.

Pasalnya, daya saing merupakan kata kunci di era pasar bebas saat ini dan tidak ada satupun negara yang dapat survive tanpa adanya competitiveness tersebut.

Indonesia paling tidak memiliki empat modal utama untuk menjadi bangsa berdaya saing yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, stabilitas politik dan posisi letak geografis NKRI, kata Hanif dalam sambutannya saat menjadi keynote speaker pada The 8th Indonesia HR Summit di Bandung, Jawa Barat, Rabu (5/10).

Acara ini mengambil tema Creative HR Interventions in “New Normal” Business Situation dan dihadiri Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dan sekitar 500 peserta HRD dari berbagai industri seperti Oil & Gas, pertambangan, perbankan dan keuangan, IT dan telekomunikasi, consumer goods dan banyak sektor lainnya.

Menurut Hanif, salah satu solusi yang tepat untuk menciptakan daya saing adalah melalui pelatihan kerja, karena dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan SDM yang kompeten dan dalam jumlah yang banyak. Hanif mengakui pentingnya pelibatan dunia usaha (swasta) dalam masifikasi pelatihan kerja termasuk pemagangan.

Menghasilkan SDM kompeten dalam jumlah banyak tidak dapat hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga harus melibatkan dunia usaha, sebagai pengguna tenaga kerja, ujarnya.

Dijelaskannya, di sektor migas, pertambangan dan listrik, masih potensial dan terus berkembang baik di dalam dan luar negeri masih membutuhkan SDM yang kompeten, profesional dan berdaya saing tinggi.

Pengalaman di Eropa dan negara-negara  Skandinavia, dunia usaha menyumbang sekitar 70 persen pada percepatan peningkatan kompetensi melalui pelatihan kerja, jelas Hanif.

Diungkapkannya, hingga saat ini terdapat 8.066 lembaga pelatihan milik swasta dan sekitar 332 lembaga pelatihan milik pemerintah. “Pertanyaannya atau tantangannya adalah bagaimana kredibilitas dari lembaga pelatihan yang ada? Dan bagaimana proses pelatihan tersebut dilakukan, untuk menghasilkan SDM yang kompeten dan berdaya saing,” ungkap Hanif.

Ditambahkannya, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2016, antara lain menginstruksikan kepada kementerian terkait untuk fokus kepada peningkatan kompetensi melalui pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan sertifikasi kompetensi. Inpres ini antara lain bertujuan dilakukannya percepatan peningkatan kompetensi dan sertifikasi.

Disebutnya, dalam rangka percepatan peningkatan kompetensi maka lembaga-lembaga pelatihan dalam menyelenggarakan pelatihan menggunakan SKKNI yang berasal dari industri atau pengguna. Jumlah SKKNI saat ini tercatat sebanyak 572 SKKNI pada sembilan sektor industri dan jasa.

Jumlah tersebut, belum dapat memenuhi kebutuhan tuntutan kompetensi yang ada di industri, sehingga diperlukan keterlibatan industri dalam pengembangan SKKNI. “Tantangan di lembaga pelatihan antara lain adalah ketersediaan sarana pelatihan dan tenaga pengajar,” kata Hanif.

Sedangkan dalam rangka percepatan sertifikasi kompetensi, Hanif menyatakan telah disertifikasi sebanyak 2.463.806 orang dengan jumlah lembaga sertifikasi yang diberi lisensi sebanyak 610 LSP oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Tantangan selanjutnya dari sertifikasi ini adalah pengakuan dalam kerangka peningkatan karir dan pemberian reward bagi tenaga kerja, tukas Hanif.