Menag: Tidak Perlu Bentuk Lembaga Haji dan Umroh Baru

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 4 Oktober 2016 | 07:16 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin menyatakan tidak perlu ada perubahan revolusioner dengan membentuk lembaga baru untuk pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.

Tidak perlu secara revolusioner dengan membentuk lembaga sendiri di luar pemerintah. Ini menyangkut banyak hal. Saat ini sudah lebih baik meski perlu perbaikan terus menerus, kata Lukman di Jakarta, Senin (3/10).

Menurut Lukman, pemerintah mengapresiasi hak usul inisiatif DPR atas RUU ini dan keinginan yang besar DPR dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.

Sebelumnya DPR mengajukan hak inisiatif RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang salah satunya dalam draf diusulan pembentukan lembaga baru sebagai penyelenggaraanya yakni majelis amanah haji.

Lukman mengungkapkan ada lima hal yang terkait dengan penyelenggaraan haji. Pertama, ibadah haji memiliki karakteristik sendiri yang aktivitasnya begitu beragam. Kedua, haji sepenuhnya mengandalkan ketahanan fisik yang prima. “Dengan adanya antrian yang panjang maka yang berhaji kebanyakan lansia,” bebernya.

Kemudian lanjut dia, yang ketiga, seluruh rangkaian ibadah haji di laksanakan di negara lain. “Ibaratnya kita punya kerja besar tetapi dilaksanakan di negara orang yang beda budaya, cuaca dan sebagainya,” imbuhnya.

Keempat, animo masyarakat yang ingin berhaji makin besar dan tak sebanding dengan kuota yang ada sehingga antrian makin panjang. Kelima, kharakteristik orang berangkat haji beragam terutama pendidikan.

Yang lulus atau pernah SD ada 38.8 persen dan SMP 11.9 persen serta SMP 23 persen, kata Lukman seraya menambahkan, dengan karakteristik pendidikan yang mayoritas di bawah SMA maka akan berimplikasi dengan sosialisasi. Dengan data yang ada maka ada total di bawah SMA ada 69.74 persen.

Lukman menyampaikan data haji 2015 ada 38.7 persen yang berusia di bawah 50 tahun. Sedangkan yang berusia diatas 61 tahun ada 27 persen. Sedangkan yang beresiko tinggi karena penyakit ada 66.97 persen.

Yang perlu adanya pengkoordinasian dan pengorganisasian karena menyangkut 200 ribu jamaah. Dan ini perlu yang kuat dan berpengalaman. Ini besar sekali, ujarnya.

Lukman juga menjelaskan pengalaman di tahun 60-an haji bisa dilakukan siapa saja berdasarkan PP Nomor 3 tahun 1960 dimana pemerintah bertanggungjawab atas pengelolaan haji cw depag.

Sementara pada tahun 1964, swasta diperbolehkan melalui Keppres No 122 tahun 1964. Keppres ini memberikan kesempatan swasta menyelenggarakan haji yakni PT Arafat. Tetapi ternyata harapan tak terwujud sehingga pada tahun 1969 dengan Keppres No 22 pemerintah melalui Kemenag mengambil alih.

Lukman juga mengapresiasi hal-hal positif yang ada dalam draft RUU ini seperti, soal norma-norma BPIH dari sisi alokasi waktu lebih jelas. Kemudian, ada aturan yang cukup baik terkait penetapan kuota provinsi tak lagi berdasar ratio tapi juga dilihat panjangannya antrian sehingga menjadi lebih adil. Lalu, norma ibadah umroh lebih rinci dalam mengaturnya.

Selain itu, sanksi pidana diatur lebih tegas jelas dan berat. Dan banyak memasukkan norma-norma yang sebelumnya ada di tingkat menteri dan lainnya dimasukkan dalam undang-undang.