Ukuran Kemajuan Bangsa Ditentukan Kualitas Kesehatan Anak

:


Oleh Juliyah, Kamis, 28 Juli 2016 | 06:53 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 506


Jakarta, InfoPublik - Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, peningkatan kualitas kesehatan anak merupakan ukuran kemajuan suatu masyarakat atau bangsa dan ikut berkontribusi pada pengurangan beban penyakit global.

"Anak mewakili segmen masyarakat yang paling rentan dibandingkan orang dewasa, baik dari risiko penyakit maupun kematian, karena itu kesehatan anak merupakan tanggung jawab bersama dengan selalu memberi perhatian dan berkomitmen terhadap peningkatan kesehatan anak," katanya saat membuka Dialog Nasional Kurang Gizi terselubung Menuai Generasi Hilang, di Kemenkes Jakarta Rabu (27/7).

Untuk itu menurutnya, Perbaikan gizi menjadi salah satu isu penting dalam RPJMN 2015-2019. Upaya perbaikan gizi di Indonesia membutuhkan percepatan dengan melibatkan seluruh sektor. Melalui  Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013, dibangun sebuah Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Ia menjelaskan, gerakan ini mengedepankan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat dengan prioritas pada 1000 HPK.

"Kesehatan anak menjadi faktor yang sangat menentukan. Semua sektor harus terlibat dalam mempersiapkan anak yang sehat dan berkualitas," ujarnya.

Kemenkes menyebutkan, masalah gizi yang terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional sehingga investasi gizi dalam hal ini sangat diperlukan untuk memutus lingkaran masalah yang pada jangka panjang akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

Masalah gizi terbagi menjadi dua yaitu, secara langsung yang dipengaruhi oleh faktor konsumsi makanan dan penyakit infeksi, dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan dan konsumsi pangan beragam, sosial ekonomi, budaya, dan politik.

Saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi kurang gizi dan pendek di Indonesia  masih cukup tinggi, masing-masing 19,6% dan 37,2%. Di sisi lain prevalensi gizi lebih pada Balita sudah mencapai 11,9%.