:
Oleh Juliyah, Sabtu, 19 Maret 2016 | 13:08 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 433
Jakarta, InfoPublik - Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang jika tidak diatasi akan berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia, untuk itu Pemda diminta tingkatkan upaya percepatan perbaikan gizi.
Hal ini disampaikan Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes Anung Sugihantono. Menurutnya, permasalahan gizi timbul salah satunya akibat masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang gizi.
"Pengetahuan tentang gizi tidak berkaitan dengan tinggi atau rendahnya pendidikan formal seseorang. Tidak selalu mereka yang berpendidikan tinggi mampu memilih, mengolah dan menyajikan makanan dengan benar, ini juga terkait dengan kebiasan dan perilaku," katanya.
Selain itu, selama ini konsep pembangunan kesehatan yang disampaikan kepada pemda lebih cenderung kearah kegiatan bukan pada bagaimana upaya dalam mempercepat pembangunan kesehatan salah satunya dengan perbaikan gizi ini.
"Ini kesalahan dalam mengelola informasi yang ada, peran pemda terkait ini diharapkan ditingkatkan, dengan lebih sensitif mengamati permasalahan gizi masyarakat di wilayahnya melalui program percepatan dalam meningkatkan perbaikan gizi, misalnya lewat edukasi agar masyarakat terpapar pengetahuan tentang gizi," katanya saat temu media Puncak Hari Gizi Nasional di Jakarta.
Apalagi menurutnya, diketahui dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sekitar 24 persen belanja rumah tangga digunakan untuk membeli makanan berkarbohidrat, sementara 13 persen untuk membeli makanan instan, alkohol dan rokok, dan hanya sedikit saja yang digunakan untuk membeli sayur dan buah.
Permasalahan gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek, kurus dan kegemukan, dimana pada tahap selanjutnya seorang anak yang kurang gizi akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas dimasa dewasa, juga gangguan metabolic yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular seperti diabetes tipe II, stroke dan penyakit jantung.
Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Minarto mengatakan, permasalahan gizi misalnya pada anak dengan tumbuh pendek (stunting) pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi masih ditemukan sekitar 27 persen, sementara pada kelompok masyarakat tidak mampu bisa mencapai 40 persen. Selain masalah ekonomi ini juga ada masalah kebiasan perilaku yang sulit diubah.
Tantangan lain percepatan pembangunan gizi juga terkait dengan ketersediaan tenaga gizi di puskesmas, saat ini menurutnya, sekitar 24 persen puskesmas tidak memiliki tenaga gizi.
"Untuk itu perlu dilakukan penguatan kegiatan fasilitas ditingkat desa dengan memperbanyak tenaga terampil untuk mengedukasi masyarakat tentang gizi. Selain itu kepala daerah dan DPRD perlu membenahi kebijakan pangan dan gizi daerah," ujar Minarto.
Kemenkes menyebutkan, salah satu kebijakan nasional dalam upaya perbaikan gizi masyarakat tertuang dalam Undang-undang 36 tahun 2009 bahwa upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Selanjutnya, untuk percepatan perbaikan gizi, pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 42 tahun 2013 tentang gerakan nasional percepatan gizi yang fokus pada 1000 hari pertama kehidupan.