:
Oleh H. A. Azwar, Selasa, 8 Maret 2016 | 19:21 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 4K
Jakarta, InfoPublik - Masyarakat Indonesia perlu meningkatkan kompetensinya agar dapat bersaing dengan tenaga kerja dari negara lainnya. Baik persaingan di dalam maupun di luar negeri.
Hal ini merujuk pada delapan profesi profesional dalam Mutual Recognition Arrangement (MRA) yang dibentuk oleh seluruh negara anggota ASEAN, yaitu insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei, akuntan, praktisi medis, dokter gigi dan tenaga pariwisata dalam pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri, dalam ranah pasar bebas MEA, masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia memang akan memberikan berbagai dampak sosial. Sehingga memungkinkan timbul berbagai kekhawatiran tersendiri di tengah-tengah masyarakat.
Namun, menurut Hanif, kekhawatiran ini tidak perlu disikapi berlebihan oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, dengan banyaknya kekhawatiran, masyarakat akan terjebak berada di dalam ketakutan saat menghadapi persaingan yang lebih luas skalanya.
Disinilah kami berusaha mengajak dan mengingatkan kepada semua pihak mengenai pentingnya pelatihan kerja dan sertifikasi sebagai upaya peningkatan daya saing Tenaga Kerja Indonesia di tengah-tengah arus TKA yang masuk ke Indonesia, ujar Hanif saat menghadiri talk show di The East Tower Kuningan, Jakarta (8/3).
Sampai saat ini, dikatakannya, masih banyak masyarakat yang tidak memanfaatkan kesempatan pelatihan kerja dan melakukan sertifikasi kompetensi dikarenakan minimnya kesadaran bahwa kedua hal ini yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing.
Saya mengajak para pengusaha dan pekerja untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian anggotanya, serta mendorong peningkatan disiplin etos kerja dan produktivitas kerja, kata Hanif.
Pemerintah, lanjut Hanif, juga akan berupaya dalam melakukan berbagai program dalam memperluas kesempatan kerja di Indonesia, antara lain inkubasi bisnis, teknologi tepat guna, padat karya, pengembangan potensi umber daya alam di Indonesia, pemagangan, dan sebagainya.
“Hal ini guna merangsang pengembangan ekonomi di daerah dan membuka peluang usaha baru,” imbuhnya.
Hanif pun menghimbau masyarakat agar tidak memandang masuknya TKA sebagai sesuatu hal yang negatif. Namun, keberadaan TKA harus dipandang sebagai pemacu untuk meningkatkan kesadaran pentingnya untuk terus mengembangkan kompetensi baik melalui pendidikan formal, pelatihan kerja, maupun sertifikasi kompetensi. Dengan cara tersebut, tenaga kerja Indonesia memiliki daya saing dan tidak kalah dengan keberadaan TKA di Indonesia.
Jangan menganggap tenaga kerja asing sebagai ancaman. Para TKA yang bekerja di Tanah Air adalah mereka yang mempunyai keahlian atau keterampilan tertentu yang belum tersedia di Indonesia, tukas Hanif.