Menag Apresiasi DPR Bentuk Tim Pengawas LKPIH 2015

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 10 Februari 2016 | 17:09 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 488


Jakarta, InfoPublik - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi DPR RI membentuk tim pengawas (Timwas) Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji (LKPIH) 2015.

Menurut Lukman, pembentukan Timwas LKPIH 2015 ini merupakan kewenangan DPR sepenuhnya. “Kami sangat senang terbentuknya tim pengawas ini, karena niat awal kami adalah untuk merapihkan, membersihkan dan mewujudkan penyelenggaraan haji yang akuntabel dan transparan,” ujar Lukman, Rabu (10/2).

Sejak menjabat sebagai Menteri Agama, dirinya berjanji tidak akan melakukan penyalahgunaan wewenang maupun membiarkan adanya pelanggaran di Kementerian Agama.

Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) ,Kementrian Agama bertekad untuk tidak melakukan hal yang bertentangan dengan proses hukum, tuturnya.

Pihaknya pun mendukung jika dilakukan penyidikan dan penyelidikan jika terindikasi adanya penyimpangan. “Dengan cara tersebut sistem penyelenggaraan haji akan semakin baik,” kilahnya.

Namun, pihaknya berharap pembentukan tim pengawas jangan sampai mengganggu Panitia Kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2016. “Penyelenggaran ibadah haji ini adalah pertaruhan nama Kemenag,” kata Lukman.

Terkait adanya selisih Rp1,5 triliun, Lukman merasa tidak perlu meminta izin karena tidak ada satu sen pun dari angka tersebut yang digunakan Kemenag.

Sebelumnya, DPR akan membentuk Tim Pengawas Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji (LKPIH) 2015. Mereka berharap tim pengawas dapat berjalan beriringan dengan Panja BPIH 2106 agar tidak mengganggu penyelenggaraan haji mendatang.

Kami merasa perlu dan sesuai undang-undang tim pengawas dapat dibentuk jika masih ada masalah dalam laporan keuangan penyelenggaraan haji, kata Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, Rabu (10/2).

Menurut Saleh, adanya tim pengawas ini karena DPR menemukan ada komponen yang bertambah sejumlah Rp1,5 triliun tetapi tidak dilaporkan kepada DPR. Kemudian, beberapa temuan lain muncul.

Seharusnya, belanja BPIH sama seperti Belanja APBN. Beberapa temuan misalnya terkait kelebihan biaya pemondokan di Madinah yang tidak dilaporkan padahal untuk upgrade biaya transportasi darat, pemerintah meminta izin, ujar Saleh.

Dijelaskannya, jika terindikasi pelanggaran atas penyalahgunaan penggunaan keuangan BPIH maka itu wewenang BPK. “DPR melihat kekurangan Kemenag adalah sistem administrasi yang kurang rapih sehingga perlu adanya tim pengawas untuk mendalami laporan ini,” jelas Saleh.