BPJS Watch Minta Direksi BPJS Ketenagakerjaan Pertanggungjawabkan Temuan BPK

:


Oleh H. A. Azwar, Minggu, 31 Januari 2016 | 20:58 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 859


Jakarta, InfoPublik - Temuan BPK terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang dirilis beberapa waktu lalu merupakan masalah krusial yang harus dipertanggungjawabkan Direksi BPJS Ketenagakerjaan kepada buruh.

Beberapa temuan audit BPK terhadap BPJS Ketenagakerjaan antara lain Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengalihan Aset dari PT Jamsostek (Persero) menjadi Aset Program dan Aset BPJS Ketenagakerjaan serta Kegiatan Pengembangan Dana Jaminan Hari Tua (JHT), Non JHT, dan Biaya PT Jamsostek Tahun Buku 2012 dan 2013 pada BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Jawa Timur, Medan, Jawa Barat dan Bali.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan kepada Direksi BPJS Ketenagakerjaan antara lain membagikan hasil pengembangan Jaminan Hari Tua kepada peserta tahun 2013 sebesar Rp1,364 Triliun.

Rekomendasi BPK kepada Direksi BPJS untuk melakukan rekonsiliasi kembali atas selisih sebesar Rp25,831 miliar dan memberikan hasil rekonsiliasi dan kertas kerja rekonsiliasi kepada BPK RI, serta mengalihkan kembali dana sebesar Rp1,198 triliun dari ekuitas ke dana jaminan sosial yang akan digunakan untuk kepentingan peserta.

BPK juga meminta Direksi BPJS mengembalikan hasil investasi ke Dana Pengembangan Non-JHT untuk tiga tahun buku sebesar Rp594,280 miliar dan selanjutnya dialihkan ke dana Jaminan Sosial.

Ini semua merupakan temuan-temuan penting yang harus segera dipertanggungjawabkan Direksi BPJS Ketenagakerjaan saat ini, kata Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, Minggu (31/1).

Selain masalah-masalah tersebut, lanjut Timboel, BPJS Watch juga menyoroti masalah IT di mana BPJS Watch menemukan adanya penggunaan dana idle sebesar Rp5 miliar untuk pembayaran harga lisensi Aplikasi Siebel dari bulan Mei 2013 sampai Mei 2014, tetapi alatnya belum bisa digunakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Seperti diketahui, BPJS Ketenagakerjaan menerima Dana Penyertaan Negara dari APBN sebesar Rp500 miliar. Dana tersebut telah digunakan untuk infrastruktur IT dari Telkom sebesar Rp85 miliar, Program Customer Relationship Management (CRM) Siebel sebesar Rp40 miliar, Sosialisasi Program IT Rp2 miliar dan Pembayaran Lisensi Siebel yang idle tersebut sebesar Rp5 miliar.

BPJS Watch menilai proses sosialisasi IT yang memakan biaya sebesar Rp2 Miliar tersebut tidak signifikan mendukung efektifitas penggunaan IT di BPJS Ketenagakerjaan.

Sistem Informasi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (SIJSTK) yang dipergunakan saat ini tidak maksimal mendukung peningkatan kemajuan BPJS Ketenagakerjaan terutama dari sisi peningkatan kepesertaan.

Selain itu BPJS Watch juga menilai proses pembayaran lisensi sebesar Rp30 miliar kepada Oracle dalam waktu dekat ini seharusnya ditunda dulu sampai adanya evaluasi audit independen dari BPK, jangan sampai pembayaran lisensi tersebut merugikan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Watch juga menemukan adanya kebijakan Direksi BPJS Ketenagakerjaan yang akan membeli lagi sekitar 3000 lebih user tambahan yaitu berdasarkan jumlah karyawan yang ada kepada Siebel untuk Program SIJSTK, dan dana yang akan digunakan diperkirakan memakan biaya ratusan miliar. Saat ini BPJS Ketenagakerjaan baru membeli 200 user dengan biaya Rp20 miliar untuk SIJSTK tersebut.

Menurut kami SIJSTK saat ini belum maksimal dimanfaatkan dan belum dievaluasi secara komprehensif, tetapi BPJS Ketenagakerjaan akan membeli lagi 3000 user baru. Kami meminta agar pembelian tersebut ditunda dulu sebelum dilakukan evaluasi yang komprehensif, ujar Timboel.

Terkait dengan pembangunan Rumah Sakit Pekerja di KBN yang menelan biaya Rp200 miliar, BPJS Watch menilai kehadiran RS Pekerja tersebut belum operasional secara baik. Ada beberapa orang buruh yang datang ke RS tersebut tetapi tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara baik, malah dirujuk ke RS lain.

Kami menilai pembangunan RS Pekerja tersebut sangat tidak efektif dan tidak mampu mendukung kesejahteraan kaum buruh di kawasan KBN, kata Timboel.

Dari seluruh persoalan tesebut, BPJS Watch menilai kinerja Direksi BPJS Ketenagakerjaan telah gagal dalam mengelola BPJS Ketenagakerjaan. “Oleh karena itu seluruh Direksi tidak layak dipilih kembali oleh Presiden Joko Widodo,” tegas Timboel.

BPJS Watch juga mendesak BPK, KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menindaklanjuti temuan-temuan di atas dengan segera melakukan penyelidikan dan penyidikan, pungkas Timboel.