:
Oleh H. A. Azwar, Jumat, 29 Januari 2016 | 01:13 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 502
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Ketenagakerjaan melakukan uji coba online sistem terkait dengan pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja untuk mensukseskan program perbaikan tata kelola penempatan tenaga kerja Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri mengatakan, program ini merupakan embrio Layanan Satu Atap (LSA) yang saling terintegrasi antar satuan kerja perangkat daerah di NTT.
Tadi, saya dan Gubernur NTT sepakat menyiapkan fasilitas Layanan Satu Atap bagi para tenaga kerja Indonesia yang berasal dari NTT sehingga aspek perlindungannya lebih terjamin, kata Hanif dalam keterangan pers Biro Humas Kemnaker di Jakarta, Kamis (28/1).
Sebelumnya Menaker Hanif dan Gubernur NTT Frans Lebu Raya menandatangani komitmen bersama “Peningkatan Kompetensi, Perbaikan Tata Kelola Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Bagi Tenaga Kerja Asal Nusa Tenggara Timur.”
Hanif menjelaskan, bahwa layanan satu atap TKI ini dibutuhkan karena NTT merupakan salah satu kantong TKI dengan jumlah besar dan tersebar di berbagai negara.
Pemerintah ingin memperbanyak LSA bagi TKI untuk mempermudah perizinan dan meminimalkan praktik per-caloan yang terjadi selama perekrutan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia, jelas Hanif.
Menurut Hanif, pemerintah optimis dapat meningkatkan tata kelola penempatan dan perlindungan TKI di seluruh Indonesia dengan adanya LSA. “Layanan satu atap yang terpusat dapat menjadi sumber informasi utama bagi calon TKI dan menghindarkan TKI dari trafficking maupun penempatan TKI secara ilegal dan unprosedural,” ujarnya.
LSA terdiri atas satuan kerja perangkat daerah yang berkaitan dengan proses pengurusan persyaratan pemberangkatan TKI. Perangkat ini antara lain dinas imigrasi, bank daerah, serta dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Namun dalam pelaksanaannya, ungkap Hanif, diperlukan peran aktif pemerintah daerah untuk menyukseskan program LSA.
Hanif mencontohkan, peran aktif itu dalam penyediaan data calon TKI secara online penyediaan lahan, gedung dan sumber daya manusia. Dari sisi dana, pemerintah pusat menyediakan dana dekonstruksi yang diambil dari APBN untuk anggaran Kementerian Tenaga Kerja.
Konsep LSA sejalan dengan kebijakan debirokratisasi layanan publik sehingga rantai prosedur pengurusan apa saja yang perlu diefisienkan. Selama ini masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri harus melewati proses birokrasi yang panjang dan biaya mahal, terang Hanif.
Hanif menambahkan, langkah penyiapan LSA di kantong-kantong TKI itu ditempuh sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk “menghadirkan negara” dalam rangka memberi perlindungan kepada buruh migran Indonesia.
Panjangnya proses birokrasi mendorong calon buruh migran Indonesia mengambil jalan pintas. Akhirnya, mereka berangkat ke luar negeri dengan cara yang tidak prosedural. Bahkan, banyak dokumen mereka dipalsukan. Akibatnya, buruh migran menjadi rentan, tuturnya.
Hanif optimis, pemerintahan Jokowi-JK dapat memaksimalkan perlindungan terhadap buruh migran Indonesia. Apalagi dalam nawacita dapat ditekankan upaya memperbaiki tata kelola buruh migran dengan membenahi persoalan dari hulu-hilir sebagai bagian dari pemenuhan dan perlindungan HAM.