- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Senin, 21 April 2025 | 14:53 WIB
: Alih fungsi lahan sawah menjadi salah satu tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan sekitar 320.000 hektare lahan sawah yang beralih menjadi kawasan industri dan pemukiman. (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 19 Maret 2025 | 21:54 WIB - Redaktur: Untung S - 225
Jakarta, InfoPublik - Alih fungsi lahan sawah menjadi salah satu tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan sekitar 320.000 hektare lahan sawah yang beralih menjadi kawasan industri dan pemukiman.
Proses itu berpotensi disusupi oleh praktik korupsi yang merugikan, seperti suap, gratifikasi, dan penyalahgunaan izin. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap alih fungsi lahan sawah.
Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono, menyampaikan bahwa KPK terus berperan aktif dalam memonitor dan mengawasi pengelolaan lahan sawah melalui kerjasama dengan sejumlah kementerian dan pemangku kepentingan lainnya. "Pengawasan tersebut sangat diperlukan guna memastikan proses alih fungsi lahan tetap transparan dan akuntabel," ujar Agus, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu (19/3/2025).
Dalam upaya melindungi lahan sawah, pemerintah telah menetapkan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa LSD telah diterapkan di delapan provinsi dan akan diperluas ke 12 provinsi lainnya. Cakupan LSD juga ditambah sebesar 2,7 juta hektare untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Tak hanya itu, pemerintah memberikan insentif kepada petani dan pemerintah daerah yang berkomitmen menjaga lahan sawah melalui skema dana alokasi khusus (DAK) berdasarkan pencapaian produksi pangan dan perlindungan lahan pertanian. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Tahun 2015, KPK menemukan bahwa lemahnya mekanisme pengawasan dan penerapan regulasi yang tidak efektif menjadi penyebab utama maraknya alih fungsi lahan. Oleh karena itu, KPK merekomendasikan langkah-langkah strategis seperti kejelasan insentif untuk pemilik lahan, pembaruan peta lahan secara berkala, dan pengawasan ketat terhadap perizinan.
Menurut Agus Joko Pramono, pengawasan periodik terhadap lahan sawah sangat penting agar lahan tetap sesuai dengan statusnya dan tidak beralih fungsi secara tidak sah. "Kita harus fokus pada pengawasan LP2B agar tidak terjadi perubahan fungsi lahan yang merugikan ketahanan pangan," tegasnya.
Dengan langkah-langkah konkret dan pengawasan ketat dari berbagai pihak, termasuk KPK, diharapkan Indonesia dapat menjaga ketahanan pangan dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan sawah yang ada, serta mencegah praktik korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.