- Oleh Putri
- Jumat, 8 November 2024 | 17:55 WIB
: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, dalam Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan Tahun 2024 (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 20 September 2024 | 17:11 WIB - Redaktur: Untung S - 421
Jakarta, InfoPublik – Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diinisiasi oleh BPJS Kesehatan telah memasuki usia satu dekade. Dalam rangka mendukung keberlanjutan program tersebut, penting untuk menerapkan tata kelola yang akuntabel dan transparan guna mencegah fraud hingga korupsi.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, dalam sambutannya di acara Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan Tahun 2024, yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Jumat (20/9/2024).
"BPJS Kesehatan adalah program gotong royong yang didukung oleh iuran peserta dan subsidi pemerintah. Ada dana publik yang terlibat, dan inilah yang harus dikelola dengan benar," kata Alex.
Menurut Alex, pada 2024 terdapat sekitar Rp150 triliun yang dialokasikan untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi 98 persen penduduk Indonesia yang terdaftar sebagai peserta JKN. Dengan anggaran sebesar itu, Alex menekankan pentingnya integritas dalam tata kelola agar dana tersebut digunakan sepenuhnya untuk kepentingan kesehatan masyarakat.
Namun, seiring perjalanan program, masih terdapat sejumlah kelemahan dan kasus fraud yang terdeteksi. Alex menjelaskan bahwa kerugian akibat fraud di bidang kesehatan diperkirakan mencapai 10 persen dari pengeluaran kesehatan, yang setara dengan sekitar Rp20 triliun.
"Salah satu kasus fraud yang paling sering terjadi adalah manipulasi billing oleh fasilitas kesehatan (faskes), baik di tingkat pusat maupun daerah, yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," ujar Alex.
Fraud dan Tindakan Pencegahan
Fraud lainnya meliputi pemalsuan data peserta serta pemanfaatan layanan kesehatan yang tidak diperlukan, seperti tindakan medis berlebihan atau pemberian obat-obatan yang tidak dibutuhkan. Untuk itu, KPK terus mengupayakan pencegahan melalui pembangunan ekosistem yang berintegritas bersama stakeholders terkait guna mengurangi risiko kecurangan.
"Kita semua bertanggung jawab dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat dapat melaporkan kecurangan melalui Whistle Blower System (WBS) yang telah disediakan," tegas Alex.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi untuk memastikan keberlanjutan dan peningkatan mutu layanan JKN. Pada 2024 menjadi momen yang tepat untuk melanjutkan transformasi mutu layanan dan memperluas akses kesehatan.
"Melalui sinergi ini, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dengan inovasi seperti simplifikasi administrasi, telekonsultasi, e-SEP, antrean online, dan i-Care JKN," jelas Ghufron.
Sejak diterbitkannya Permenkes Nomor 19 Tahun 2019, berbagai langkah telah diambil untuk mencegah dan menangani fraud dalam pelaksanaan program JKN. Salah satu upaya adalah kolaborasi antara KPK, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan BPKP yang membentuk Tim Pencegahan Kecurangan (PK) JKN untuk menindaklanjuti kasus fraud.
Pada 2023, penelusuran dilakukan di tiga fasilitas kesehatan terkait layanan katarak, sectio caesarea, dan hemodialisis, serta penanganan fraud di rumah sakit di dua provinsi, yakni Sumatera Utara dan Jawa Tengah.