- Oleh Eko Budiono
- Senin, 25 November 2024 | 18:30 WIB
: ungkap Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan dalam diskusi media bertajuk Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 26 Juli 2024 | 19:55 WIB - Redaktur: Untung S - 468
Jakarta, InfoPublik – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) mengungkap temuan kecurangan (fraud) senilai Rp35 miliar dari klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tiga rumah sakit di tiga provinsi di Indonesia.
“Ada dua layanan yang kita lihat sampai detail yaitu fisioterapi dan katarak. Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim fisioterapi sebanyak 4.341 kasus, tapi sebenarnya hanya ada 1.072 kasus di buku catatan medis. Jadi, 3.269 kasus diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya tidak ada di catatan medis. Nilainya mencapai Rp501,27 juta,” ungkap Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan dalam diskusi media bertajuk Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/7/2024).
Selain itu, dalam layanan katarak, Tim PK-JKN juga menemukan adanya fraud dengan modus manipulation diagnosis, yaitu rumah sakit mencatatkan operasi katarak fiktif. Pahala memberikan contoh, dari sampel 39 pasien katarak, hanya 14 pasien yang membutuhkan operasi. Namun, rumah sakit mengklaim seluruh pasien tersebut pada BPJS Kesehatan. Lebih parah lagi, beberapa rumah sakit membuat dokumen fiktif meskipun pasien dan catatan medisnya tidak ada.
Tim menyoroti setidaknya dua modus fraud di lingkup fasilitas kesehatan, yaitu phantom billing dan manipulation diagnosis. “Fraud-nya macam-macam, tapi kita ambil cuma dua, phantom billing dan manipulation diagnosis. Bedanya, phantom billing, orangnya tidak ada, terapinya tidak ada, catatannya ada. Manipulation diagnosis, orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean,” jelas Pahala.
Saat ini, Tim PK-JKN tengah fokus melakukan penanganan fraud pada modus yang paling riskan, yaitu phantom billing. Hasil audit dengan BPJS Kesehatan menunjukkan setidaknya ada tiga rumah sakit yang terlibat dalam phantom billing, yaitu salah satu RS di Jawa Tengah dengan dugaan fraud sebesar Rp29,4 miliar dari 22.550 kasus; RS di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp4,2 miliar dari 1.620 kasus; serta RS di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp1,5 miliar dari 841 kasus. Jika dihitung, nilai fraud mencapai sekitar Rp35 miliar.
Tim PK-JKN juga sudah berkoordinasi dengan pimpinan KPK terkait tindak lanjut dari temuan tersebut. Hasilnya, pimpinan KPK memutuskan agar kasus fraud ketiga rumah sakit yang terlibat dalam phantom billing itu dibawa ke ranah penindakan karena indikasi tindak pidana korupsinya sudah cukup.
“Selanjutnya, jika kita sudah tahu tiga rumah sakit ini melakukan fraud, seharusnya pasti ada yang lain lagi. Maka, tim sepakat dalam waktu 6 bulan ke depan untuk semua rumah sakit yang klaim, jika ada yang melakukan phantom billing atau manipulation diagnosis yang tidak tepat, mereka diminta untuk mengoreksi klaimnya. Setelah 6 bulan, nanti Tim PK-JKN akan melakukan audit klaim secara masif dengan BPJS Kesehatan dan BPKP Indonesia. Tim ini ada sampai level provinsi,” kata Pahala.