- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Jumat, 20 Desember 2024 | 21:31 WIB
: Gedung KPK (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Selasa, 5 Desember 2023 | 18:35 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 261
Jakarta, Infopublik - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap satu saksi dalam dugaan suap pengondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya. Satu saksi yang diperiksa Pegawai BPK.
“Bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi Akhmad Faiz Mubarok (Pegawai pada Badan Pemeriksa Keuangan RI),” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya ke InfoPublik, Selasa (5/12/2023).
Lanjut Ali, saksi hadir dan didalami pengetahuannya terkait dasar dan alasannya dilakukannya pemeriksaan PDTT di propinsi Papua Barat Daya yang salah satunya Kab. Sorong.
Sebelumnya, KPK melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap untuk mengondisikan temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. KPK mengamankan sepuluh orang di wilayah Sorong dan Jakarta.
KPK memperoleh informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari YPM selaku Pj. Bupati Sorong kepada AH Kasubaud BPK Prov. Papua Barat, DP Ketua Tim Pemeriksa BPK, dan DFD Anggota Tim Pemeriksa BK sebagai representasi dari PLS selaku Kepala Perwakilan BPK Prov. Papua Barat. Penyerahan uang dilakukan di sebuah hotel di Sorong. Tim KPK kemudian mengamankan YPM, ES Kepala BPKAD Sorong, MS Staf BPKAD Sorong, AH, dan DP di Sorong, serta PLS di Jakarta. Selain itu, KPK juga mengamankan uang tunai sekitar Rp1,8 Miliar dan 1 buah jam tangan mewah.
KPK selanjutnya menetapkan enam orang sebagai Tersangka, yaitu YPM, ES, MS, PLS, AH, dan DP. Para Tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama mulai 14 November sampai 3 Desember 2023 di Rutan KPK.
Pada konstruksi perkaranya BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) di Prov. Papua Barat Daya, dengan hasil khususnya di Kab. Sorong diperoleh adanya beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Atas temuan itu terjalin komunikasi antara ES dan MS sebagai representasi YPM dengan AH dan DP sebagai representasi PLS. Diantaranya komunikasi mengenai pemberian sejumlah uang agar temuan BPK menjadi tidak ada.
Penyerahan uang kemudian dilakukan secara bertahap dan berpindah-pindah lokasi. Istilah yang disepakati dan dipahami dalam penyerahan uang tersebut yaitu “titipan”. Sebagai bukti permulaan awal, uang yang diserahkan YPM melalui ES dan MS kepada PLS, AH, dan DP sejumlah sekitar Rp940 juta dan sebuah jam tangan mewah. Sedangkan penerimaan PLS bersama-sama dengan AH dan DP yang juga sebagai bukti permulaan awal sejumlah sekitar Rp1,8 Miliar. Tim Penyidik masih melakukan penelusuran dan pendalaman lebih lanjut untuk pengembangan penyidikannya.
Tersangka YPM, ES dan MS sebagai Pihak Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Tersangka PLS, AH, dan DP sebagai Pihak Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.