:
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 5 Juli 2023 | 07:03 WIB - Redaktur: Untung S - 580
Jakarta, InfoPublik - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan Tahun 2023. SPI Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya KPK dalam memetakan kondisi integritas pendidikan di Indonesia pada lingkup peserta didik maupun ekosistem pendidikan.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan di dalam Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi, sula pendidikan menjadi yang pertama sebelum pencegahan dan penindakan--sebagai penanda bahwa pendidikan yang baik menjadi senjata utama dalam memberantas korupsi.
“Jangan ada lagi pendapat bahwa korupsi adalah budaya. Oleh karenanya kita harus membangun budaya antikorupsi,” pesan Firli, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu (5/7/2023).
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menjelaskan, SPI Pendidikan didasari pada kondisi aktual integritas pendidikan antikorupsi di Indonesia. Di antaranya masih adanya perilaku koruptif pada sektor pendidikan, dan belum adanya metode pengukuran yang obyektif dalam mengukur outcome dari implementasi pendidikan antikorupsi.
“Berdasarkan kondisi dan kebutuhan tersebut, SPI Pendidikan diharapkan dapat memberikan gambaran atas kondisi integritas pendidikan, sebagai dasar pengembangan program pendidikan antikorupsi, serta sebagai salah satu ukuran keberhasilan pendidikan antikorupsi,” kata Wawan.
“Selanjutnya, SPI Pendidikan 2023 akan dilaksanakan secara masif pada 3.537 sekolah dan kampus dengan metode survei online, dengan target sekitar 71.514 responden. Sedangkan yang dikontak melalui Whatsapp blast maupun email blast untuk diminta kesediaan mengisi kuesioner adalah sekitar 350ribu orang dari kalangan pendidikan,” sambung Wawan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyambut baik program SPI Pendidikan yang diluncurkan oleh KPK. Karena integritas merupakan suatu modal sosial dan pembentukannya harus dilakukan sejak dini.
Di sisi lain, Suharso menyoroti rendahnya data lama sekolah anak Indonesia. Dari 2005 hingga 2022, jumlah lama sekolah hanya naik 1,9 tahun rerata nasional dari 7,2 ke 9,1 tahun. Angka ini sangat kecil mengingat saat ini sebanyak 20 persen anggaran pendidikan telah digelontorkan melalui skema APBN, APBD, dan lainnya.
“Coba kita perbaiki dari SD dulu. Kalau kita perbaiki dari SD di seluruh Indonesia dan standarisasinya dari Aceh sampai Papua sama, saya yakin yang terjadi akan luar biasa. Oleh karenanya SPI Pendidikan penting sekali buat kami menjadi bagian upaya kita melakukan pencegahan,” kata Suharso.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menegaskan integritas, kejujuran, dan antikorupsi ialah nilai yang wajib dimiliki seluruh anak Indonesia untuk bisa menjadi pelajar Pancasila.
“Survei itu akan mendukung upaya kami dalam menghadirkan pendidikan antikorupsi yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Hasil survei ini menjadi bahan pertimbangan dan pembelajaran bagi kami untuk semakin memperkuat pendidikan antikorupsi bagi pelajar di semua jenjang pendidikan, dan terus memastikan seluruh elemen pendidikan mampu menghadirkan lingkungan sekolah yang lebih berintegritas,” kata Nadim.
Di 2022, SPI Pendidikan mengambil sampel dari 34 provinsi di Indonesia dan 4 negara yaitu sekolah Indonesia di Jepang, Mesir, Malaysia dan Filipina, dengan jumlah responden 15.582 peserta didik, 11.648 wali murid, 4.545 tenaga pendidik, dan 904 pimpinan satuan pendidikan/perguruan tinggi. Hasilnya, Indeks Integritas Pendidikan mencatatkan skor 70,4 yang berarti kondisi integritas masih berada pada tahap awal atau cukup rentan.
Indeks itu menggambarkan beberapa hal, di antaranya dari sisi karakter peserta didik, perilaku integritas peserta didik belum menjadi pembiasaan yang menyeluruh. Pada dimensi karakter, tergambar masih adanya kondisi ketidakjujuran akademik, di mana 27,1 persen responden siswa melihat ada siswa lain yang menjiplak pada 74,1 persen sekolah di jenjang pendidikan dasar menengah yang menjadi sampling. Sementara di jenjang Dikti, 25,2 persen responden mahasiswa menyebut ada teman kuliah yang berlaku curang seperti menjiplak atau plagiat.
Pada aspek tata kelola, cukup banyak responden yang menyebutkan terjadinya perilaku koruptif seperti pungli dan nepotisme dalam penerimaan siswa/mahasiswa baru, suap/gratifikasi/nepotisme dalam penilaian/kelulusan/kenaikan jabatan dan pengadaan barang jasa, maupun ketidaktransparanan pengelolaan keuangan.
Berdasarkan hasil tersebut, KPK memberikan sejumlah rekomendasi perbaikan secara nasional, di antaranya adalah perbaikan ekosistem oleh satuan pendidikan. Pemimpin satuan pendidikan, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan juga diharapkan menjadi teladan dalam menegakkan perilaku integritas dalam proses pembelajaran, pelaksanaan manajerial, maupun pelaksanaan tata kelola.
Foto: Dok KPK