:
Oleh Untung S, Selasa, 15 November 2016 | 18:29 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 440
Jakarta, InfoPublik-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawati sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-el) tahun anggaran 2011-2012.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak dalam keterangannya di Knator KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (15/11), mengungkapkan Anny diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman yang juga mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Yuyuk KPK juga menjadwalkan memeriksa sejumlah saksi lain untuk tersangka Irman, diantaranya Ketua Bersama Konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Adres Ginting, Kepala Departemen Akuntansi Keuangan Umum Perum PNRI Budi Zuniarta, Direktur Produksi Perum PNRI Yuniarto, Staf Dirut Bidang Pengembangan Usaha Perum PNRI Haryoto, Aslinah, serta seorang swasta bernama Afdal Noverman.
“Pada hari ini penyidik juga memeriksa mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka,” kata Yuyuk.
KPK mulai mengusut kasus ini selama dua tahun lebih, dan baru pada 22 April 2014 statusnya resmi naik ke penyidikan dengan menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka, saat itu ia ia juga merupakan pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp6 triliun.
Setelah KPK memeinta perhitungan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), disinyalir proyek ini telah merugikan keuangan negara hingga Rp2 triliun.
Penyidik makin intensif mengusut kasus ini dan kembali menetapkan satu tersangka baru yakni mantan Dirjen Dikcapil Irman. Keduanya dijerat Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 64 ayat 1KUHP.
Kasus ini kembali ramai setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin mengeluarkan pernyataan sejumlah pihak menerima aliran dana proyek ini, diantaranya Ketua Umum Golkar Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.