:
Oleh Wandi, Kamis, 12 Mei 2016 | 14:43 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 187
Jakarta, InfoPublik - Pimpinan MPR meminta kepada Presiden Joko Widodo agar mengambil alih sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan seperti zaman Pak Harto, melalui kegiatan yang disebut penataran P4 dengan dikelola oleh suatu badan nasional BP-7.
Menurut Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, untuk melaksanakan tugas sosialisasi empat pilar ini, undang-undang mengamatkan kepada MPR sebagai satu-satunya lembaga yang mengemban tugas itu. Bagi MPR yang anggotanya hanya 692 orang, tugas ini sangat besar dan sangat berat. Apalagi MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPR punya tugas lain, selain sosialisasi Empat Pilar. “Kami menganggap eksekutif itulah yang mempunyai kuasa dari pusat sampai daerah. Dan, eksekutif mempunyai kemampuan untuk "semacam” pemberian sanksi bila tidak dilaksanakan," ujar Hidayat, Kamis (12/5)
Hanya saja, kita berada di era reformasi, ujar Hidayat, tentu badan yang dibentuk itu metodenya harus menyesuaikan kondisi sekarang. Tapi, menurut Hidayat, sampai hari ini badan yang diharapkan dibentuk melalui Kepres itu belum juga terjadi.
Selanjutnya, ia menguraikan bagaimana perjuangan para tokoh bangsa zaman dulu sehingga Indonesia bisa seperti sekarang ini. “Karena Indonesia sejak awal merupakan kumpulan negarawan, kumpulan intelektual, mempunyai kemampuan mencari titik tengah, dan mengedepankan masyarakat Indonesia," tutur Hidayat.
Ia menjelaskan kalau diperhatikan bagaimana berbagai peristiwa yang menyertai sidang BPUPKI, Indonesia bisa seperti ini, hadir dan terjaga, karena basis intelektual sangat kuat, basis tanggung jawab publik, basis tentang bermusyawarah, bernegosiasi dan basis mencari titik temu.
Banyak negara kagum dengan Indonesia. Parlemen Afrika misalnya, kagum bagaimana kita mengelola negara yang kayak begini. Sebuah negara yang terdiri dari 17.000 pulau, lebih dari 1.100 suku bangsa, 300 bahasa. Dan, memiliki tiga zona waktu.
Bukan hanya Parlemen Afrika, bangsa Arab pun kagum. Karena negara-negara Arab pada intinya terdiri suku bangsa satu, dengan penduduk yang tak sampai duapertiga penduduk Indonesia dan terbagai dalam puluhan negara.
“Kalau kita tidak mempunyai kemampuan bernegosiasi, kemampuan mencari titik temu, kemampulan intelektual, dan sebagainya itu bagaimana mungkin Indonesia bisa jadi seperti ini,” kata Hidayat.