Perbaiki Demokrasi, Revisi UU Pilkada Perlu Proses

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 3 Mei 2016 | 20:10 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 310


Jakarta, InfoPublik - Pembahasan rancangan Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) antara pemerintah dan DPR RI masih belum tuntas.

Penyebabnya, regulasi  tersebut  bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ada satu hal yang masih diperdebatkan yakni soal mundur atau tidaknya calon kepala daerah dari kalangan DPR RI/DPD dan petahana. Pemerintah sendiri ingin adanya sejajar untuk masalah tersebut.

“Masalahnya bagi pemerintah tinggal satu yakni calon kepala daerah dari kalangan DPR, DPD, DPRD dan petahana, harus mundur. Supaya sama-sama sejajar dengan calon kepala daerah dari kalangan TNI, Polri, dan PNS. Mereka mundur,” kata Tjahjo di Jakarta, Selasa (3/5).

Mendagri  menambahkan, panitia kerja revisi UU Pilkada menginginkan calon kepala daerah dari kalangan dewan tidak mundur dari jabatan keanggotaan, hanya saja berhenti dari alat kelengkapan dewan. Hal itu sudah diatur dalam undang-undang.

Sedangkan, pemerintah sendiri tetap mengacu pada putusan MK. Bia calon dari TNI/Polri dan PNS harus mundur dari jabatannya seperti tercantum dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU TNI dan UU Polri. Makanya, anggota dewan juga harus mundur agar dinilai adil.

Sementara itu, Komisi II DPR mengakui syarat dukungan calon independen dan ambang batas partai politik menjadi hal yang membuat pemerintah dan DPR terus tarik ulur. Alotnya pembahasan ini terjadi karena pecahnya suara di DPR.

Sejumlah fraksi menginginkan tetap seperti yang diatur dalam Pasal 40 draf revisi beleid, soal parpol dapat mengusung paslon jika memenuhi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD.

Pasal 41 draf undang-undang ini juga menyebabkan alotnya pembahasan. Pasal ini menyatakan, calon independen dapat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum jika mengantongi dukungan 6,5-10 persen DPT.

Dalam pembahasan, muncul opsi pukul rata calon independen harus mengantongi dukungan 10 persen DPT.