:
Oleh Eko Budiono, Minggu, 24 April 2016 | 14:52 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 224
Jakarta, InfoPublik - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai kesenjangan sosial masih terjadi dalam pemilihan kepala daerah.
Kondisi tersebut disebabkan belum adanya aturan yang tegas dalam Undang-Undang Nomor 8 tentang Pilkada.
"Ketimpangan juga terjadi pada proses pencalonan dalam Pilkada yang semestinya dapat bertarung di wilayah yang sama atau equal in the playing field," ujar Masykurudin di Jakarta, Minggu (24/4).
Menurut Masykurudin, semua pejabat publik baik Kepala Daerah, DPR, DPD, DPRD, BUMN, BUMD, TNI, POLRI dan PNS harus mundur dari semua jabatan yang disandangnya begitu ditetapkan sebagai pasangan calon.
"Mengapa pejabat publik benar-benar harus bebas dari kekuasaan pada saat mencalonkan, karena potensi akan adanya penyalahgunaan kewenangan, kebijakaan, kesempatan, pengaruh, komando serta penggunaan fasilitas jabatan wajib dicegah sekuat-kuatnya," ungkapnya.
Semua pejabat publik harus bebas dari kewenangannya saat mencalonkan, kata dia karena seringkali kita tidak bisa membedakan mana uang publik milik rakyat dan mana kekayaan pribadi milik pejabat.

"Mengapa pejabat publik harus bebas dari kebijakan saat mencalonkan, karena seringkali kewajiban negara untuk memberikan hak kepada warga yang miskin, seringkali justru digunakan sebagai alat kampanye calon. Program-program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat, dipersonifikasi sedemikian rupa menjadi kebaikan pribadi dan digunakan untuk alat kampanye," paparnya.
Ia menilai, pejabat publik perlu ikhlas melepas status kepangkatannya secara permanen, karena tongkat komando tidak akan serta merta sirna karena cuti sementara. Selain karena pejabat militer dan aparat keamanan memang harus bersih dari tindakan politik apapun.
"Pejabat publik perlu berani mundur saat maju dalan pencalonan, karena menjadi kepala daerah bukan ajang mencari pekerjaan. Menjadi kepala daerah bukan untuk memperbaiki nasib, tetapi komitmen menjadi pelayan publik dan memajukan daerah," tuturnya.


Selain itu, pejabat publik perlu sama posisinya dengan pihak lain ketika mencalonkan dalam Pilkada, karena ketika jabatan masih disandang, kemudahan untuk mendapatkan sumbangan dari berbagai pihak yang berkepentingan akan terjadi.
"Seluruh pejabat publik perlu mundur saat mengikuti Pilkada, karena keadilan dalam penegakan hukum semakin dapat ditegakkan. Penegakan hukum akan jauh efektif, pasti dan berwibawa apabila semua peserta Pilkada tidak mempunyai posisi apapun dalam jabatan publik," tambahnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan semua pejabat publik perlu mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon kepala daerah.