Kementerian ATR/BPN dan Badan Bank Tanah Bersinergi Percepat Reforma Agraria untuk Keadilan Sosial dan Ketahanan Pangan

: Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana dalam Focus Group Discussion (FGD) “Program Pengembangan Reforma Agraria Badan Bank Tanah” yang berlangsung di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, Kamis (24/10/2024)./Foto Istimewa/Humas Kementerian ATR/BPN


Oleh Wandi, Jumat, 25 Oktober 2024 | 09:11 WIB - Redaktur: Untung S - 23


Jakarta, InfoPublik – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong peran aktif Badan Bank Tanah untuk mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria, demi terciptanya keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan ketahanan pangan di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, dalam Focus Group Discussion (FGD) Program Pengembangan Reforma Agraria Badan Bank Tanah yang diadakan di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, pada Kamis (24/10/2024).

“Reforma Agraria adalah bagian penting dari tanggung jawab pemerintah dan Badan Bank Tanah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Badan Bank Tanah harus lebih proaktif dalam mengelola tanah negara, tidak hanya mengandalkan pelepasan tanah telantar, tetapi juga bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Transmigrasi,” ujar Suyus Windayana.

Lebih lanjut, Suyus menekankan bahwa alokasi tanah sebesar 30% dari tanah negara yang dikelola oleh Badan Bank Tanah perlu diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat. “Bank Tanah memiliki peran penting dalam menyediakan aset untuk masyarakat sambil mendukung pengembangan ekonomi nasional,” tambahnya.

Sebagai narasumber, Direktur Jenderal Penataan Agraria, Yulia Jaya Nirmawati, menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, terdapat tiga sumber utama Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yaitu:

  1. Kawasan hutan,
  2. Non-kawasan hutan, dan
  3. Penyelesaian konflik agraria.

“Dalam pelaksanaan Reforma Agraria, penting untuk menyatukan Penataan Aset dan Penataan Akses dalam satu kegiatan yang terpadu. Alokasi TORA dari Badan Bank Tanah, terutama dari non-kawasan hutan, setidaknya harus mencapai 30% dari tanah negara yang diperuntukkan bagi TORA. Sebelum ditetapkan sebagai TORA, alokasi tanah ini perlu mendapatkan persetujuan dari Komite Badan Bank Tanah,” papar Yulia.

Yulia menyampaikan harapannya bahwa kehadiran Badan Bank Tanah mampu mempercepat program Reforma Agraria di Indonesia. “Bank Tanah diharapkan dapat menjadi solusi dalam menyediakan tanah untuk masyarakat, meningkatkan kualitas lingkungan, memperluas akses lahan, serta memperkuat ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

Acara FGD ini juga menghadirkan beberapa narasumber lainnya, seperti Deputy Director General of Operations FELDA, Izham Mustaffa; Pakar Hukum UGM, Oce Madril; dan Direktur Hubungan Kelembagaan Bank Mandiri, Rohan Hafas. Diskusi tersebut dipandu oleh Deputi Pemanfaatan Tanah dan Kerjasama Usaha Badan Bank Tanah, Hakiki Sudrajat.

Selain itu, hadir pula Penasihat Utama Bidang Ekonomi Pertanahan, Himawan Arief Sugoto; Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataadmadja beserta jajaran deputinya; para pejabat Direktorat Jenderal Penataan Agraria; serta sejumlah Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan yang terkait dengan program Reforma Agraria ini.

 

Berita Terkait Lainnya