Sidang Kasus Jual-Beli Emas Antam, Pemilik Toko Perhiasan Mengaku Tertipu

: Foto: Istimewa


Oleh Isma, Rabu, 23 Oktober 2024 | 14:20 WIB - Redaktur: Untung S - 102


Jakarta, InfoPublik - Pemilik toko perhiasan di Surabaya, Lim Melina, mengungkapkan bahwa dirinya juga menjadi korban tindak pidana yang diduga melibatkan Eksi Anggraini dan Crazy Rich asal Surabaya, Budi Said, dalam kasus jual beli emas Antam.

Lim Melina mengaku bahwa namanya diduga telah dicatut dan dimanfaatkan oleh kedua terdakwa dalam transaksi yang berlangsung sejak awal tahun hingga akhir 2018.

Hal ini dia sampaikan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada sidang lanjutan dengan terdakwa Budi Said dan mantan pejabat PT Antam, Abdul Hadi, Selasa (22/10/2024).

"Saya merasa seperti sudah jatuh tertimpa tangga, bahkan ditabrak truk," ujar Lim Melina menggambarkan nasib buruknya setelah terseret dalam kasus ini.

Melina menjelaskan, pada awalnya dia mengira Eksi Anggraini adalah pegawai Antam di Butik Surabaya 01, karena Eksi sering terlihat di ruangan back office. Karena itu, ketika Eksi menyampaikan dia memiliki target penjualan emas dan membutuhkan investor, Melina pun mengenalkannya kepada Budi Said.

Sebagai makelar, Melina menerima komisi sebesar Rp2,2 miliar dari 10 transaksi emas dengan berat sekitar 200-300 kilogram yang terjadi pada periode Januari hingga Maret 2018. Namun, dia mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa transaksi tersebut berlanjut hingga Desember 2018, tanpa sepengetahuannya.

Ketika Budi Said marah karena merasa tertipu oleh Eksi, dia meminta kembali komisi yang telah diberikan kepada Melina. Tak hanya itu, semua barang dagangan di toko perhiasan miliknya juga disita oleh Kejaksaan sebagai bagian dari penyelidikan kasus ini.

Sementara itu, saksi lainnya, Resinta Ika Dewi Agustina, yang merupakan Customer Service di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam, menjelaskan bahwa dia mengenal Eksi sejak 2017. Menurutnya, Eksi sering melakukan transaksi emas melalui sistem "Reference", di mana emas ditransaksikan sesuai dengan stok yang tersedia di butik.

"Sejak September 2017, Eksi datang sebagai pembeli biasa," kata Resinta di persidangan.

Namun, Resinta mengungkapkan saat kepala butik dijabat oleh Endang Kumoro, Eksi sering melakukan transaksi langsung di back office dengan pegawai bernama Misdianto, melalui pola transaksi Penawaran Harga (PH), di mana emas diserahkan beberapa hari setelah pembayaran. Transaksi ini biasanya melibatkan jumlah emas yang besar.

"Eksi sering terlihat masuk ke ruang meeting yang berada dekat dengan ruangan Endang Kumoro," tambahnya.

Dengan kesaksian-kesaksian ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupaya membuktikan bahwa Budi Said telah melakukan tindakan pidana bersama Eksi Anggraini dalam kasus jual beli emas yang merugikan banyak pihak, termasuk Lim Melina sebagai korban.

Adapun dalam perkara ini, JPU Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas PT Antam. Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Budi Said diduga terlibat dalam transaksi pembelian 5,9 ton emas yang direkayasa agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.

Jaksa mengungkapkan, Budi Said melakukan transaksi pembelian emas dengan harga di bawah standar dan tidak sesuai prosedur Antam. Dia bekerja sama dengan broker Eksi Anggraeni serta beberapa terpidana yang merupakan mantan pegawai Antam, termasuk Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto.

Dalam dua transaksi utama, Budi Said pertama kali membeli 100 kilogram emas dengan harga Rp25.251.979.000, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 kilogram. Hal tersebut mengakibatkan selisih emas sebesar 58,135 kilogram yang belum dibayar. Sedangkan pada transaksi kedua, Budi Said membeli 5.9 ton emas seharga Rp3.593.672.055.000, dan secara melawan hukum mengklaim adanya kurang serah sebanyak 1.136 kilogram.

Jaksa menyatakan, harga yang disepakati Budi Said sebesar Rp505.000.000 per kilogram itu jauh di bawah harga standar Antam. Akibatnya, negara mengalami kerugian total hingga Rp 1,1 triliun. Kerugian ini terdiri dari Rp92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 dari pembelian kedua.

Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.