- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Selasa, 19 November 2024 | 17:00 WIB
: Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Franciska Simanjutak/ foto: Humas Kemendag
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 19 September 2024 | 00:12 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 293
Jakarta, InfoPublik – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measures) lonjakan jumlah impor produk terpal dari plastik, serat sintetis dari polipropilena, polietilena, dan polietilena densitas rendah, dimulai pada Rabu (18/9/2024).
Produk tersebut memiliki kode Harmonized System (HS) delapan digit, yaitu ex3921.90.90, ex3926.90.99, dan ex6306.12.00 sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.
Ketua KPPI, Franciska Simanjuntak menjelaskan, KPPI telah menerima permohonan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada Jumat (22/8/2024). Asosiasi tersebut mewakili industri dalam negeri yaitu PT Unggul Karya Semesta dan PT Politama Pakindo. Berdasarkan bukti awal permohonan penyelidikan yang disampaikan, KPPI menemukan fakta adanya indikasi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon.
“Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri yang menurun selama periode 2021—2023. Indikator ini, antara lain, penurunan pada produksi, penjualan domestik, kapasitas terpakai, jumlah tenaga kerja, dan pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik; kerugian finansial; serta peningkatan persediaan,” ujar Franciska pada Rabu (18/9/2024).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dalam tiga tahun terakhir (2021—2023) ada peningkatan jumlah impor terpal dari plastik, serat sintetis dari polipropilena, polietilena, dan polietilena densitas rendah dengan tren sebesar 8,74 persen.
Pada 2023, impor produk tersebut ke Indonesia tercatat sebesar 5.504 ton, naik 15,70 persen dari periode 2022 yang tercatat 4.757 ton. Sebelumnya, nilai impor pada 2022 tersebut juga naik dari 2021 yang tercatat sebesar 4.655 ton.
Impor utama Indonesia untuk produk ini pada 2023 berasal dari Tiongkok dengan pangsa impor sebesar 61,89 persen, diikuti Korea Selatan 30,61 persen, dan Vietnam 7,49 persen. Selain ketiga negara itu, pangsa impor negara berkembang masih di bawah tiga persen dari total impor pada tahun yang sama.
“KPPI mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai Pihak yang Berkepentingan dan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman,” imbuh Franciska.