- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Kamis, 19 Desember 2024 | 10:55 WIB
: Pokja Transisi Energi Kadin Indonesia bersama dengan Kementerian dan berbagai mitra kerja menyelenggarakan Dialog dalam rangkaian Indonesia International Sustainability Forum 2024, di Jakarta Convention Center, Jumat (6/9/2024)/ foto: Humas Kadin Indonesia
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Jumat, 6 September 2024 | 22:07 WIB - Redaktur: Untung S - 295
Jakarta, InfoPublik – Pada salah satu sesi dialog di Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, KADIN Indonesia menjalin kolaborasi dengan pemerintah untuk akselerasi transisi energi. Hal ini dilakukan untuk mendukung dunia usaha dalam mencapai target emisi nol bersih. Pokja Transisi Energi KADIN menekankan pentingnya pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) untuk mempercepat transisi energi di Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan pada hari kedua ISF 2024 di Jakarta Convention Center, Jumat (6/9/2024).
Transisi energi yang tengah dijalankan Indonesia merupakan langkah strategis dalam menjaga ketahanan energi nasional sekaligus mendorong terciptanya ekonomi hijau. Upaya ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia untuk memperluas akses terhadap inovasi infrastruktur yang lebih terjangkau dan bersih, guna mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Lebih dari itu, Indonesia memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah, dengan total kapasitas mencapai 3.686 GW. Ini mencakup tenaga surya 3.295 GW, tenaga air 95 GW, bioenergi 57 GW, tenaga angin 155 GW, energi panas bumi 24 GW, dan energi laut 60 GW.
Ketua Pokja Transisi Energi KADIN, Anthony Utomo, menyatakan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin global dalam transisi energi menuju pencapaian emisi nol bersih. Menurutnya, hal ini didukung oleh potensi sumber daya energi terbarukan yang melimpah dan komitmen kuat dari sektor swasta serta pemerintah dalam mendukung keberlanjutan energi di masa depan.
“Kami menyambut baik dialog hari ini sebagai upaya untuk mendorong akselerasi transisi energi baru terbarukan di Indonesia. Potensi ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau, tetapi juga akan membuat industri nasional Indonesia dapat berkontribusi lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam aksi iklim global,” ujar Anthony.
Pernyataan ini sejalan dengan Direktur Jenderal EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Profesor Doktor Enginering Eniya Listiani Dewi, yang menekankan pentingnya transisi EBT untuk mendukung pencapaian target emisi nol bersih pada tahun 2060. Eniya menjelaskan bahwa EBT berperan penting dalam menciptakan peluang investasi baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Indonesia memerlukan investasi sebesar USD 55 miliar dalam lima tahun mendatang. Bahkan dalam setahun ke depan, Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD 14 miliar. Kami mengajak para pelaku usaha KADIN untuk mengambil peluang besar dari transisi EBT dan berkolaborasi dengan pemerintah untuk mencapai target emisi nol bersih pada tahun 2060," ujar Eniya.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Ervan Maksum, juga menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk melakukan pemetaan komprehensif terhadap seluruh sektor guna mencapai target emisi nol bersih. Pemetaan ini akan menjadi landasan kuat dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang tepat sasaran untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
"Pemetaan ini diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Melalui pemetaan sektor yang menyeluruh, kita dapat mengidentifikasi peluang investasi di sektor energi bersih, mendorong inovasi teknologi, dan menciptakan lapangan kerja baru. Ini merupakan langkah strategis untuk membangun Indonesia yang lebih berkelanjutan," ujar Ervan.
CEO PT Samator Indo Gas Tbk dan Anggota Pokja Transisi Energi KADIN, Rachmat Harsono, juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha dalam mendorong transisi energi. Ia berharap pemerintah dapat memberikan insentif yang lebih menarik untuk mendorong partisipasi aktif pelaku usaha nasional.
"Transisi energi membutuhkan upaya kolektif dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, lembaga keuangan, pelaku usaha, hingga kampus. Adanya kolaborasi dan dukungan ini dapat memperkuat peran pelaku usaha nasional dalam transisi energi. Kerjasama dengan universitas untuk Riset dan Pengembangan, serta insentif yang tepat dari pemerintah dapat menjadi katalisator bagi pelaku usaha untuk berinvestasi lebih besar di sektor energi terbarukan. Sinergi ini tentunya akan memperkuat ketahanan energi nasional,” ujar Rachmat.
Sesi ini juga dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, Rektor Universitas Pertahanan, Letjen (Purn) Jonni Mahroza, Presiden Direktur & CEO PT ESSA Industries Indonesia Tbk, Kanishk Laroya, dan Kepala Rumah Perancangan Aksi Transisi Energi Indonesia, Edo Mahendra.
Dengan kehadiran berbagai pemangku kepentingan dalam sesi tersebut, diharapkan dapat melahirkan sinergi yang mendorong inovasi dan solusi konkret untuk percepatan transisi energi, sehingga target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dapat tercapai dengan lebih cepat.