:
Oleh Wawan Budiyanto, Minggu, 9 April 2017 | 17:47 WIB - Redaktur: Juli - 303
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perindustrian ikut berperan aktif dalam menghambat impor dan memberantas peredaran telepon seluler (ponsel) ilegal sebagai upaya untuk melindungi industri dan keamanan konsumen dalam negeri dengan cara memantau seluruh ponsel dengan proses wajib pendaftaran tipe dan nomor identitas produknya.
“Kami berencana melakukan kerja sama dengan Qualcomm untuk mengidentifikasi ponsel yang akan masuk maupun telah ada di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi yang diterima Infopublik Minggu (9/4) usai pertemuannya dengan Direktur Senior Qualcomm Technology Licensing, Mochammad Raheel Kamal.
Menurut Airlangga, pengidentifikasian tersebut dimulai dari pemeriksaan nomor yang tercantum pada International Mobile Station Equipment (IMEI) di dalam perangkat ponsel..“Kalau upaya ini bisa kita terapkan dengan baik, kerugian negara bisa dihilangkan akibat ponsel-ponsel yang ilegal,” katanya.
Berdasarkan data Qualcomm, ponsel ilegal yang beredar di Indonesia berpotensi menghilangkan pendapatan negara sebesar 20 persen karena tidak ada pajak yang dipungut. “Dengan harapan kerja sama ini juga bisa menekan cybercrime yang terus meningkat,” ujarnya.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menegaskan, perangkat ponsel ilegal yang beredar kian marak seiring dengan peningkatan kebutuhan teknologi di masyarakat.
“Kita pelajari kemungkinan kontribusi pemerintah untuk menghadapi pertumbuhan teknologi tersebut. Sebagai produsen chipset untuk smart device, Qualcomm memiliki akses pusat data untuk IMEI di seluruh dunia. Qualcomm sudah punya pengalaman di Turki, di mana bisa meningkatkan penerimaan negara dari ponsel," ungkapnya.
Dengan jumlah penduduk terbanyak di ASEAN, Indonesia menjadi pasar terbesar bagi perusahan ponsel dunia. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah pelanggan telekomunikasi seluler di Indonesia meningkat sebesar empat kali lipat, dari 63 juta menjadi 211 juta pelanggan.
Diperkirakan jumlah telepon selular yang beredar di Indonesia pada saat ini sebanyak 300 juta unit atau melebihi penduduk Indonesia sendiri yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa.
Oleh karena itu, menurut Putu dari sisi pemerintah dan industri harus mempunyai sikap. Terkait ini Kemenperin akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta pihak berwenang lainnya.
Dari data Kemenperin, nilai impor ponsel pada 2015 sekitar USD2,2 miliar dengan jumlah 37,1 juta unit ponsel, menurun menjadi USD773,8 juta dengan jumlah 18,4 juta unit. Sedangkan, untuk jumlah produksi ponsel di dalam negeri sebesar 24,8 juta unit pada 2015, naik menjadi 25 juta unit pada 2016.
Telah berdiri sebanyak 17 manufaktur dalam negeri yang mampu merakit produk telepon seluler, komputer genggam (handheld) dan komputer tablet, antara lain PT. Satnusa Persada, PT. Aries Indo Global, PT. Bangga Teknologi Indonesia, PT. Haier Electrical Appliances, PT. Selalu Bahagia Bersama, dan PT. Hartono Istana Teknologi.
Selanjutnya, PT. Samsung Electronic Indonesia, PT. Panggung Electric Citrabuana, PT. Sinar Bintang Nusantara, PT. Sentras Solusi Teknologi, PT. Maju Express Indonesia, PT. Tridharma Kencana, PT. Axioo Indonesia, PT. Adireksa Mandiri, PT. Adi Pratama Indonesia, PT. VS Technology dan PT. Vivo Mobile Indonesia.