:
Oleh Baheramsyah, Jumat, 7 April 2017 | 14:13 WIB - Redaktur: Juli - 2K
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Pertanian mendorong pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di lahan gambut, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan PP No.57/2016 tentang perubahan atas PP No.71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengungkapkan, saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terluas di dunia yakni 11,9 juta ha dengan produksi 33,2 juta ton CPO.
Selain itu lanjutnya, ekspor CPO dan turunannya mencapai 28 juta ton dan nilanya US$19 milyar atau sekitar Rp249 triliun. Bahkan diketahui ekspor ini melampaui nilai ekspor minyak dan gas bumi.
“Prestasi ini harus dipertahankan. Bahkan perlu ditingkatkan produksi kelapa sawit melalui pengelolaannya secara berkelanjutan di lahan gambut," kata Bambang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (7/4).
Selain itu, peningkatan produksi kelapa sawit juga harus dilakukan melalui replanting. Sampai saat ini potensi perkebunan kelapa sawit yang perlu direplanting sekitar 2,4 juta hektare.
Sementara Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Mukti Sardjono menambahkan pengelolaan kepala sawit berkelanjutan sangat memerlukan pemahaman yang holistik.
Hal ini menurutnya, penting agar tidak menimbulkan permasalahan di bidang ketahanan pangan, ekonomi, kerawanan sosial bahkan politik terutama di kawasan budidaya.
“Seperti kita ketahui bersama, saat ini kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai sumber penghidupan masyarakat dan devisa negara. Pemahaman yang menyeluruh diperlukan, agar pengelolaan berkelanjutan tidak menimbulkan masalah di berbagai bidang,” ujarnya.
Mukti menjelaskan, perubahan PP 71/2014 menjadi PP 57/2016 secara substansial mengatur Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya.
Namun menurutnya, perubahan tersebut belum menjawab semua persoalan pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya berkelanjutan baik yang diusahakan oleh perusahaan maupun petani pekebun.
“Upaya konservasi sangat diperlukan tetapi potensi budidaya berkelanjutan juga diperlukan mengingat kelapa sawit telah sekian lama dikembangkan di lahan gambut dan telah memberikan manfaat sumber pendapatan yang utama bagi masyarakat dan negara,” ungkapnya.
Untuk diketahui, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 11,3 juta ha, sekitar 41 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat. Pengusahaan kelapa sawit menyerap lebih dari 5,5 juta tenaga kerja di sektor on farm.
Produksi tahun 2015 sebesar 29,34 juta ton CPO, Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan dengan Malaysia saat ini menguasai sekitar 85 persen produksi minyak kelapa sawit dunia. Adapun pendapatan devisa ekspor tahun 2015 mencapai US$ 18 miliyar atau sekitar Rp234 triliun.
“Ini menunjukkan kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk itu, pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di lahan gambut dapat dilaksanakan sesuai dengan PP No.57/2016, dan kelapa sawit semakin memberikan kontribusi sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, bangsa dan negara tercinta Indonesia,” ujarnya.
Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis dan Berkelanjutan (FP2SB) yang juga mantan Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani menegaskan dalam mewujudkan pengelolaan lahan gambut untuk kelapa sawit harus dilakukan secara bijaksana. Sebab, kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memiliki daya saing tinggi.
“Mewujudkan pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan harus memastikan bahwa regulasi atau kebijakan yang ada tidak mempersulit pengelolaan lahan gambut dan sinkron antara satu dengan lainnya,” katanya.