:
Oleh Wawan Budiyanto, Kamis, 6 April 2017 | 11:34 WIB - Redaktur: Juli - 586
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perindustrian bersama pelaku usaha tengah menyusun rencana aksi dalam upaya memacu kinerja industri furniture dan kerajinan nasional agar mampu tumbuh dan berdaya saing.
Industri furniture merupakan salah satu sektor yang tengah diprioritaskan pengembangannya karena padat karya dan berorientasi ekspor.
“Kami juga akan melakukan pembahasan dengan perbankan untuk mendorong kinerja industri furniture dan craft, seperti melalui program KUR, pembiayaan perbankan, lembaga pembiayaan ekspor, dan bank pembangunan daerah,” kata Menperin Airlangga Hartarto usai bertemu dengan Pengurus Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di Jakarta, Rabu (5/4).
Dalam pertemuan tersebut, Menperin didampingi Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih dengan dihadiri antara lain Ketua Umum HIMKI Soenoto, Wakil Ketua Umum HIMKI bidang Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga, Abdul Sobur serta Sekjen HIMKI Basuki Kurniawan.
Menurut Menperin, pihaknya akan memfasilitasi pembentukan pusat bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produksi industri mebel dan kerajinan dalam negeri. “Terkait material center, akan diagendakan rapat dengan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Sarinah,” ujarnya.
Kedua perusahaan BUMN tersebut, diharapkan secara khusus mendukung kemudahan bagi pelaku industri kecil dan menengah termasuk tentang peningkatan promosi.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kompetensi sumber daya manusia, dalam hal ini para perajin, dengan menyiapkan pendidikan vokasi.
“Kita akan susun program pendidikan vokasi, tidak hanya yang jangka waktunya panjang, tetapi juga program singkat seperti training satu sampai tiga bulan,” tegasnya.
Untuk itu, Kemenperin akan meresmikan politeknik khusus pengembangan furnitur di Semarang, Jawa Tengah. Kemenperin juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencari jalan keluar bagi persoalan pelaku usaha yang mengambil bahan baku dari tanaman rakyat. Pasalnya, ada kebijakan yang mengatur bahwa pohon yang ditanam rakyat harus di atas tanah bersertifikat.
“Ini yang bisa menjadi hambatan. Untuk itu, kami minta supaya bisa disederhanakan. Apalagi, saat ini kondisi kayu sengon sedang bagus-bagusnya. Kalau ada regulasi ini, dikhawatirkan ekonomi rakyat akan terkena dampak,” jelasnya.
Ia menekankan kepada pelaku industri furniture dan kerajinan nasional agar terus kreatif dan berinovasi sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk dan memenuhi selera pasar saat ini. “Kami menargetkan nilai ekspor bisa mencapai USD2 miliar. Kami berkomitmen untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif,” tegasnya.
Sementara itu, Soenoto optimistis target ekspor sebesar USD5 miliar dapat tercapai pada 2019. Untuk itu, ia memberikan apresiasi kepada Kemenperin karena paling responsif terhadap upaya penyelesaian dari kendala yang dihadapi pelaku industri mebel dan kerajinan di dalam negeri.
“Kemenperin menjadi partner sekaligus pembina kami. Langkah yang akan disusun harus dijalankan secara sinergi, termasuk dengan kementerian terkait,” katanya.
Soenoto meminta agar rapat koordinasi dengan berbagai instansi dapat berjalan secara berkelanjutan sehingga bisa mencari solusi yang tepat. "Mulai minggu depan, diharapkan rapat koordinasi bisa dimulai untuk fokus membahas permasalahan satu-persatu, misalnya tentang mekanisme sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang tepat. Selanjutnya, soal bahan baku hingga pasar dalam negeri. Contohnya, untuk penggunaan bangku sekolah dari rotan nanti dikoordinasikan dengan Kemendikbud,” jelasnya.