Industri Padat Karya Didorong Tingkatkan Inovasi Berdaya Saing Ekspor

:


Oleh Wawan Budiyanto, Kamis, 6 April 2017 | 10:05 WIB - Redaktur: Juli - 577


Jakarta, InfoPublik - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya mendorong industri padat karya untuk terus meningkatkan produksinya agar lebih berdaya saing di pasar domestik dan internasional.

“Kementerian Perindustrian tengah memacu kinerja industri padat karya berorientasi ekspor karena mampu memberikan efek berganda bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui penyerapan tenaga kerja,” kata Airlangga pada pembukaan pameran Adiwastra Nusantara 2017 di Jakarta, Rabu (5/4).

Menurutnya, salah satu industri padat karya dimaksud adalah tenun dan batik yang mampu memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional dengan nilai ekspor yang mencapai USD 151,7 juta pada tahun 2016. Sebagai kontributor bagi pertumbuhan industri kreatif, para pengrajin kain tradisional asli Indonesia.

Pihaknya telah menetapkan 10 industri padat karya dan berorientasi ekspor yang diprioritaskan pengembangannya pada tahun ini, salah satunya industri kreatif. Sedangkan, yang lainnya adalah industri alas kaki, industri tekstil dan produk tekstil, industri makanan dan minuman, industri furnitur kayu dan rotan, industri elektronika dan telematika, industri barang jadi karet, industri farmasi, kosmetik dan obat tradisional, industri aneka, serta industri pengolahan ikan dan rumput laut.

Berdasarkan data Kemenperin, industri kreatif menyumbang sekitar Rp642 triliun atau 7,05 persen terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2015. Kontribusi terbesar berasal dari sektor kuliner sebanyak 34,2 persen, fesyen 27,9 persen dan kerajinan 14,88 persen. 

Industri kreatif merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan tenaga kerja nasional, dengan kontribusinya mencapai 10,7 persen atau 11,8 juta orang.

Airlangga mengaku optimis terhadap potensi industri tenun dan batik nusantara karena didukung dengan kekayaan budaya Indonesia yang terus melahirkan berbagai jenis wastra dari masing-masing daerah dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

“Wastra nusantara merupakan kain tradisional yang kental dengan nilai-nilai budaya. Motif-motif yang dibuat memiliki makna dan cerita yang diangkat dari sejarah dan adat-istiadat masyarakat setempat,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Menperin mengajak para pelaku industri fesyen Tanah Air yang tergolong dalam industri kecil dan menengah (IKM) agar bergabung dan memanfaatkan program e-Smart IKM yang telah diluncurkan oleh Kemenperin pada 27 Januari 2017. 

“Dengan program e-Smart IKM ini, para pelaku usaha dapat memperluas akses pasarnya melalui marketplace dan akan mendapatkan berbagai program pembinaan dari kami,” tegasnya.

Lebih lanjut, untuk mendorong produk IKM nasional bisa menembus pasar ekspor, pemerintah telah memberikan fasilitasi Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) serta memberikan fasilitasi pembiayaan melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

“Diharapkan juga dapat mempromosikan produk kain tradisional Indonesia yang berbasis budaya dan kekayaan intelektual hingga pada akhirnya mewujudkan pertumbuhan industri fesyen nasional,” jelas Airlangga.

Sementara itu, Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih mengungkapkan, hingga saat ini terdapat 369 sentra IKM tenun dan 101 sentra IKM batik yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Wastra nusantara telah bermetamorfosis menjadi berbagai produk fesyen, kerajinan dan home decoration yang memiliki nilai tambah tinggi,” katanya.

Berdasarkan data BPS yang diolah Direktorat Jenderal IKM Kemenperin, IKM terus meningkatkan nilai tambah di dalam negeri yang cukup signifikan setiap tahun. Hal ini terlihat dari capaian pada tahun 2016 sebesar Rp520 triliun atau meningkat 18,3 persen dibandingkan pada 2015. Nilai tambah IKM di tahun 2014 tahun sekitar Rp373 triliun menjadi Rp439 triliun tahun 2015 atau naik 17,6 persen.