:
Oleh Baheramsyah, Kamis, 6 April 2017 | 09:05 WIB - Redaktur: Juli - 583
Jakarta, InfoPublik - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berharap pemerintah serius dalam melakukan perlindungan hak-hak nelayan tradisional dan melaksanakan penegakan hukum yang jelas terhadap oknum aparat yang melanggar aturan antara lain terkait alat tangkap trawl yang menimbulkan konflik sosial.
KNTI menyampaikan bahwa hingga kini, di Hari Nelayan, pembangunan masih berorientasi pada kepentingan infrastruktur dengan konsekuensi meminggirkan nelayan tradisional sebagai mayoritas pelaku perikanan di Indonesia.
Sejumlah permasalahan juga dinilai tak kunjung usai, seperti Reklamasi yang merampas ruang hidup nelayan kecil tanpa paradigma keberlanjutan lingkungan, dampak pelarangan alat cantrang di Pantura Jawa, akses permodalan dan akses pasar yang diskriminatif.
Selain itu tidak adanya upaya peningkatan kapasitas dan kemampuan SDM nelayan dalam manajemen usaha, serta kerentanan terhadap perubahan kebijakan pemerintah dan perubahan iklim (cuaca ekstrem).
“Pemerintah perlu merealisasikan janji Nawacita, khususnya membangun dari pinggiran, dan sebagai yang berada di garda terdepan pinggiran negeri ini nelayan perlu mendapatkan prioritas," kata Ketua KNTI Kabupaten Lombok Timur Amin Abdullah di Jakarta, Rabu (5/4).
Amin, juga berharap Pemerintah segera menjalankan UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, terlebih soal asuransi nelayan untuk dapat bermanfaat dikala cuaca ekstrem yang menyebabkan nelayan tidak bisa melaut.
Hal senada disampaikan Muslim Panjaitan selaku Ketua KNTI Tanjung Balai, yang menyampaikan harapan nelayan kepada pemerintah untuk benar-benar hadir dalam melakukan perlindungan hak-hak nelayan tradisional dan penegakan hukum yang jelas terhadap oknum aparat yang melanggar aturan khususnya terkait alat tangkap trawl yang menimbulkan konflik sosial.
Sementara Rustan Effendi, Ketua KNTI Tarakan, menyatakan kecewa atas sikap Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang terus-menerus melakukan eksekusi peledakan kapal di Tarakan, yang ternyata berada di area tangkap (fishing ground) nelayan.
"Hal ini dapat berdampak pada pencemaran laut yang berimbas pada produktivitas tangkapan ikan para nelayan. Di sisi lain tidak terdapat kejelasan perlindungan zonasi wilayah perikanan skala kecil berkelanjutan yang dimandatkan oleh UU Perikanan dan Pedoman Perlindungan pada Nelayan Skala kecil FAO Tahun 2014," kata Rustan.
Faktor lain terkait usaha pengelolaan ekonomi nelayan disampaikan Sugeng selaku Ketua KNTI Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Sugeng berharap kepada pemerintah untuk memastikan terbukanya akses permodalan dengan skema pinjaman lunak.
Menurutnya, skema ini sangat diperlukan untuk membebaskan para nelayan dari jerat tengkulak, selain itu nelayan tradisional dan pesisir perlu mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan usaha perikanan. Nelayan juga berharap agar segera menerapkan standardisasi harga ikan di tempat pelelangan ikan, agar tercipta iklim jual beli yang adil.
"Berbagai persoalan nelayan diatas dapat diselesaikan apabila Pemerintah bersungguh-sungguh menerapkan kebijakan yang telah ada dengan partisipasi penuh nelayan," kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata menegaskan.
Hal tersebut menurut Marthin dapat dimulai dari pengaturan penataan ruang laut yang harus memastikan wilayah zonasi perikanan skala kecil berkelanjutan. Alih alat tangkap tidak boleh menyisihkan satupun nelayan sebagai konsekuensi perlindungan hak asasi nelayan termasuk proses bantuan pemerintah yang ditengarai masih dengan model top-bottom.
Selain itu, pemerintah perlu membangun dan meningkatkan kapasitas pengelolan usaha perikanan nelayan termasuk memastikan keadilan akses pasar dalam informasi harga.
"Jika ini dijalankan maka perlindungan nelayan akan terwujud dan untuk memastikan menjaga Indonesia," ujarnya.