7 Upaya Kementan Atasi Gejolak Harga Daging dan Telur Ayam

:


Oleh Baheramsyah, Kamis, 30 Maret 2017 | 16:13 WIB - Redaktur: Elvira - 775


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan tujuh langkah untuk mengatasi masalah harga daging ayam dan telur yang menyebabkan kerugian pada peternak unggas rakyat.

“Ada tujuh langkah yang dilakukan Kementan untuk mengatasi masalah perunggasan di bagian hulu,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita di Jakarta, Kamis (30/3).

Ketut menjelaskan, yang pertama adalah penerbitan Permentan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras.

Kedua, sambung Ketut, Kementan akan membentuk Tim Analisis, Tim Asistensi dan Tim Pengawas dalam mendukung pelaksanaan Permentan Nomor 61 Tahun 2016.

Ketiga, analisis daging dan telur ayam ras. Keempat, mengadakan pertemuan dengan stakeholder yang terkait dengan dinamika perunggasan nasional.

Kelima, pemantauan ke pelaku usaha terkait pelaksanaan Permentan Nomor 61 Tahun 2016 oleh Tim Pengawas Ayam Ras dalam kesiapan Sertifikasi Produk DOC FS.

Keenam, penerbitan Surat Edaran Dirjen PKH No. 02926/SE/PK.010/F/03/2017 tentang Pengurangan DOC FS Broiler, dan SE Dirjen PKH Nomor 03035/SE/PK.010/F/03/2017 perihal Pengurangan DOC FS Jantan Layer.

“Ketujuh, Kementan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3035/Kpts/PK010/F/03/2017 untuk menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan pengurangan DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer dan FS Ayam Layer,” sebutnya.

Dikatakan Ketut, keputusan ini untuk mengatasi permasalahan perunggasan di Indonesia saat ini,yakni terkait adanya penurunan harga ayam hidup (broiler dan jantan layer) serta telur dibawah harga pokok produksi (HPP).

Ketut menjelaskan kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga Live Bird Broiler dan Live Bird Jantan Layer yang berada di bawah HPP dan berdasarkan rekomendasi dari Tim Analisis dan Tim Asistensi pada tanggal 22 Maret 2017, sehingga pada tanggal 24 Maret 2017 dikeluarkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH tentang Pengurangan DOC FS. Kebijakan ini diputuskan dengan mempertimbangkan perhitungan potensi produksi DOC FS Broiler rata-rata 63juta ekor/minggu, sehingga perlu dilakukan pengurangan produksi DOC FS Broiler sebanyak 5juta ekor/minggu secara nasional dari Pembibit PS Broiler yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan supply dan demand.

Menurutnya, peningkatan populasi ayam ras harus diimbangi dengan seberapa besar kebutuhan atau permintaan untuk menghindari terjadinya penurunan harga akibat over supply daging ayam. Para Pembibit Parent Stock (PS) Broiler untuk melakukan pengurangan produksi DOC FS sebanyak 8% dari total produksi di perusahaan melalui setting telur tertunas.

“Selain itu juga,  Pembibit PS Jantan Layer untuk melakukan pengurangan produksi DOC FS Jantan Layer sebanyak 20 persen dari total produksi”, ujar Ketut.

Ketut menghimbau agar peternak memperbaiki manajemen pemeliharaan dan menerapkan prinsip-prinsip animal welfare, biosecurity dan treacibility. Selain itu juga perlu modernisasi supply chain from farm to table. Saat ini, perusahaan yang memiliki Rumah Pemotongan Ayam (RPA) telah melakukan penyimpanan dengan fasilitas cold storage, hanya mampu menampung stock sebesar 15 hingga 20 persen dari total produksi.

“Peternak mandiri maupun integrator saat ini sama-sama menjual ayam hidup, maka keduanya terjebak pada commodity trap (jebakan komoditi dimana harga tergantung pada supply demand), sehingga jika harga jatuh, peternak dengan modal kecil yang umumnya tidak memiliki cadangan dana ketika harga jatuh akan mudah mengalami kebangkrutan” ungkapnya.

Untuk itu, Pemerintah telah mewajibkan bagi pelaku usaha dengan kapasitas produksi produksi paling sedikit 300ribu per minggu harus mempunyai Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) yang memiliki fasilitas rantai dingin. Sehingga angka penjualan ayam beku dapat ditingkatkan untuk mengurangi terjadinya commodity trap yang terjadi selama ini.

“Kami juga terus melakukan kampanye Ayam Dingin Segar yang sudah dilakukan di 20 titik untuk wilayah Jabodetabek saat ini. Selain itu kami juga terus mendorong perusahaan integrator untuk membuka pasar di luar negeri. Para pelaku industri perunggasan diharapkan dapat menjual produk daging ayamnya ke pasar di luar negeri, sehingga pasar dalam negeri dapat diisi oleh peternakan unggas rakyat,” sebut ketut.

Untuk daging ayam olahan, Ketut menyebutkan Kementan sedang mengupayakan dan mendorong agar beberapa unit usaha pengolahan daging ayam yang telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Jepang agar segera merealisasikan ekspornya. Hal ini tentunya diharapkan dapat menyusul keberhasilan Indonesia ekspor ke PNG saat ini, dan sejak tahun 2015 Indonesia juga telah mengekspor telur ayam tetas (Hatching Eggs) ke negara Myanmar.

“Jika semua sudah berjalan sebagaimana mestinya, cara ini tentunya akan efektif untuk mengurangi gejolak harga yang tidak wajar,” demikian tegasnya.