:
Oleh Baheramsyah, Rabu, 14 Desember 2016 | 15:27 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 579
Jakarta,InfoPublik - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan menjamin Rancangan Undang Undang (RUU) Perkelapasawitan akan mengakomodasi berbagai pelaku usaha, baik dalam skala kecil, menengah, dan besar. RUU ini dibuat untuk melindungi sawit dan menghindari intervensi asing.
Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI Firman Subagyo menjelaskan RUU Perkelapasawitan akan mengakomodasi berbagai pelaku usaha, baik dalam skala kecil, menengah, dan besar. RUU dibuat untuk melindungi sawit dan menghindari intervensi asing. UU ini nantinya tidak akan diskriminatif dan tidak akan mematikan perkebunan rakyat.
“Inti dari Undang-Undang ini adalah akan mengatur secara keseluruhan, jadi tidak ada satu pun dari petani sampai masyarakat besar yang dilakukan diskriminasi dalam Undang-Undang ini,” tegas Firman dalam diskusi publik bertema ‘Mengkaji Rancangan UU Perkelapasawitan’, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu, (14/12).
Firman mengatakan, selama ini sawit memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara sebesar US$ 20 miliar per tahun. Dimana sawit lebih unggul dibandingkan pendapatan negara dari sektor minerba dan migas.
UU ini, lanjut dia, nantinya akan mengatur pengolahan sawit dari hulu hingga hilir. Termasuk mengatur tren tenaga kerja perkelapasawitan yang trennya dari tahun ke tahun terus tumbuh. Saat ini, terdapat 5,4 juta pekerja sawit di Indonesia.
“Kalau kelapa sawit ini mau dimatikan seperti sekarang ini, darimana alternatif mengganti penerimaan negara yang besar ini," jelasnya.
Sawit dengan rokok ujar dia menjadi dua komoditi yang sangat strategis bagi Indonesia saat ini. DPR akan melahirkan UU untuk memproteksi dan mengatur proses hulu sampai hilir dua komoditi ini.
“Di dalam UU ini secara komprehensif mengatur hulu hilirnya. Dalam UU ini ada juga nilai-nilai idealismenya, yakni mengedepankan kepentingan nasional,” kata dia.
Firman juga mendorong, agar sawit Indonesia masuk ke pasar Rusia lewat diplomasi yang dilakukan oleh DPR. Saat ini, satu-satunya penantang serius Indonesia dalam pasar sawit adalah Malaysia. Indonesia diakui Firman jauh tertinggal dibanding Malaysia dari segi aturan perkelapasawitan.
“Malaysia sudah sedemikian rapi bikin UU, badan, lembaganya. Kita jauh tertinggal. Jika kita tidak bisa bikin platform baru tentang sawit nasional, kita akan tertinggal dari Malaysia,” kata dia.
Diketahui RUU ini mendapatkan kritikan dan protes dari kelompok-kelompok masyarakat, mereka meminta agar RUU ini tidak diterbitkan. Tak tanggung-tanggung mereka melakukan peneroran. Atas dasar itu, Firman mengimbau agar kelompok-kelompok tersebut tidak menghentikan terkrnya. “Saya mengimbau kelompok-kelompok masyarakat jangan bikin teror,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) M Fadhil Hasan mengharapkan RUU Perkelapasawitan dapat mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi industri kepala sawit.
"Ada urgensi bagi kita memiliki RUU Perkelapasawitan karena kita dihadapkan banyak persoalan yang tidak dapat diatasi kalau kita tidak memiliki payung hukum yang kuat.
Kami mengharapkan RUU ini menjadi salah satu jalan mengatasi berbagai persoalan dan memberikan tempat yang layak bagi sebuah industri yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia," pungkasnya.