:
Oleh Baheramsyah, Selasa, 6 Desember 2016 | 10:40 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 405
Cianjur, InfoPublik - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, dan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartyasto Lukita melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Induk Pasir Hayam, Cianjur, untuk mengecek harga pangan sekaligus launching integrasi Sistem Resi Gudang (SRG) dan pasar lelang komoditas dalam rangka meningkatkan akses pasar.
Hadir pula pada kegiatan Senin (5/12) itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriawan, Wakil Bupati Cianjur Herman Suherman, Direktur Utama PT Pertani Wahyu, Direktur Logistik dan Distribusi Perum Bulog dan perwakilan Otoritas Jasa Keuangan, Deputi pada BI, Dirut PT Pos, dan dan Dirut Bank BJB.
Saat melakukan sidak, tiga menteri di atas berbincang dengan para pedagang untuk mengetahui secara langsung harga komoditas pangan seperti beras, daging sapi, daging ayam, bawang merah dan cabai. Berdasarkan hasil sidak, harga beras termurah sebesar Rp 7.600/kg, beras medium Rp 8.000/kg, beras premium (IR 64) Rp 10.000/kg. Sementara harga daging sapi beku Rp 80.000/kg, daging segar sapi lokal Rp 105.000/kg hingga Rp 110.000/kg, daging ayam Rp 30.000/kg, Bawang Merah Rp 27.000/kg, cabai kriting Rp 50.000/kg, dan cabai merah Rp 40.000/kg.
Menko Darmin mengatakan persoalan harga pangan bukan semata-mata dipengaruhi faktor produksi, tetapi sangat dipengaruhi juga oleh faktor distribusi. Komoditas pangan tidak semua dapat tahan lama untuk disimpan, sehingga ketika bukan musim produksi akan terjadi kelangkaan stok dan akhirnya menyebabkan harga naik.
"Contohnya cabai tidak sama dengan bawang merah. Cabai tidak tahan lama atau cepat busuk, akibatnya cepat terjadi kekurangan stok di pasar sehingga harga naik. Sementara bawang merah bisa tahan lama disimpan di gudang pendingin, sehingga stok dan harganya bisa normal lama," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, langkah yang dilakukan untuk menjaga stok terus tersedia disaat bukan musim panen dan harga stabil yakni dengan melakukan perbaikan sistem logistik pangan. Langkah yang dilakukan dengan membangun gudang pendingin dengan jumlah yang memadai, penyediaan mesin pengeringan (dryer) agar nilai jual komoditas pangan yang dihasilkan petani tinggi dan memperbanyak pembangunan pasar pengepul.
"Jadi, pemerintah tidak akan mengimpor komoditas pangan khususnya cabai dan bawang merah. Bagaimana mau impor, produksi di luar negeri pun tidak ada. Untuk itu, yang dilakukan pemerintah saat ini memperbaiki sistem logistik pangan," tegasnya.
Terkait penerapan integrasi sistem regi gudang dan pasar lelang komoditas, ia menekankan perlunya memantau dan mendorong supaya tidak hanya integritas dan ketekunan tetapi kontinuitas dalam mengurusnya. Sehingga hasilnya benar-benar dapat memberdayakan petani dan efisiensi perdagangan.
"Jadi soal sistem resi gudang ini sudah ada sejak 30 tahun lalu, sehingga kelemahan resi gudang sudah diperhitungkan. Untuk itu, resi gudang yang luncurkan sekarang harus mampu berhasil dengan belajar dari masa lalu," ujarnya.
Sementara itu, Mentan Amran mengatakan berkat melaksanakan arahan Presiden Jokowi untuk melakukan Program Upaya Khusus (Upsus) percepatan peningkatan produksi pangan, Indonesia mampu melewati ancaman dampak El Nino 2015 dan La Nina 2016. Program Upsus yang dilakukan yakni pertama, meningkatkan indeks pertanaman melalui rehabilitasi irigasi dan membangun embung, , "Hasilnya dari biasanya tanam 1 kali menjadi 2-3 kali tanam.
Kedua, meningkatkan efisiensi biaya produksi melalui bantuan alat mesin pertanian dalam jumlah besar seperti traktor, alat tanam dan traktor sehingga lahan cepat ditanami kembali, dengan combine harvester proses panen dilakukan lebih cepat dan murah, lossis pun menurun. Dengan pompa air, masalah kekeringan cepat teratasi," katanya. Ketiga, meningkatkan produktivitas dari 5 ton menjadi 7 hingga 10 ton melalui bantuan benih unggul.
"Empat, pemerintah pun telah menetapkan harga dasar dan harga atap. Misalnya bawang merah telah ditetapkan harga dasarnya Rp 15.000/kg, sehingga dengan harga ini petani tidak akan merugi akibat harga jual yang murah," ungkapnya.
Perlu diketahui, saat El Nino 1998 dengan jumlah penduduk 201,54 juta jiwa dan kekuatanya lebih besar dibanding El Nino 2015, Indonesia melakukan impor beras 7,1 juta ton. Demikian juga saat La Nina 1999 lebih kuat dibanding 2016, Indonesia melalukan impor beras 5,04 juta ton.
"Oleh karena itu, apabila tidak ada upaya khusus, dengan penduduk 258 juta jiwa tahun 2016, maka dengan esktrapolasi semestinya di tahun 2015 hingga 2016 Indonesia impor beras 16,8 juta ton, namun alhamdulillah dengan upaya khusus tahun 2016 tidak ada impor beras medium" pungkasnya.
Mendag, Enggartyasto menyampaikan harga pangan bukan sepenuhnya dipengaruhi oleh biaya produksi yang tinggi, tapi disebabkan juga terlalu banyaknya pemain perantara sehingga rantai pasok menjadi panjang dan akhirnya menyebabkan harga tinggi.
Untuk itu menurutnya, persoalan besar petani yakni terkait akses pasar dan permodalan. Di mana saat ingin mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR), sistem perbankan menuntut jaminan yang lebih sulit sehingga petani tidak bisa mendapatkan KUR.
"untuk itu lah pemerintah meluncurkan resi gudang, menjadi istrumen jaminan mendapatkan pinjaman bank. Saat ini Bank yang siap membiayai resi gudang yaitu BRI dan Bank BJB. Namun dua bank ini tidak cukup, kami terus berupaya agar bank-bank lain dapat tertarik juga," tuturnya.
Ia menambahkan masalah lain yakni terkait akses pasar. Hal ini dapat diatasi dengan membentuk pasar lelang komoditas bekerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk mempermudah akses pangan, memperpendek rantai pasok dan meminimalisir asimetri informasi pasar.
"Namun, selama ini kedua hal ini berjalan sendiri, resi gudang dan pasar lelang tidak jalan berbarengan. Untuk itu perlu pengintegrasian agar dapat membangun akses pangan yang mampu memberikan kesejahteran kepada petani, menguntungkan pedagang dan kosumen," tuturnya.